samudrafakta.com

Agama Bukan Candu, Tetapi Booster Kemandirian Ekonomi

Doktrin cinta tanah air Tarekat Shiddiqiyyah juga diaplikasikan dengan cara membangun kemandirian ekonomi. Upaya membantu menggairahkan aktivitas perekonomian negara, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sekaligus mencegah penyebaran ideologi teror atas nama agama.

Membangun kemandirian ekonomi adalah salah satu cara yang efektif untuk mencegah penyebarluasan ideologi radikalisme dan terorisme. Sebab, sebagaimana hasil berbagai penelitian, ternyata aksi teror kerapkali terjadi karena didorong oleh motif ekonomi, di mana pelaku teror merasa dirinya adalah korban ketidakadilan sosial. Hanya saja, aksi itu dibungkus dengan dalil agama.

Aksi destruktif yang pada dasarnya bermotif ekonomi tetapi disamarkan dengan kedok agama ini seolah memvalidasi narasi yang dikembangkan oleh Karl Marx, bapak sosialisme dan komunisme pada akhir abad ke-19 lalu. Menurut Marx, agama adalah pelarian bagi masyarakat yang pesimistis karena mengalami keterdesakan ekonomi. Marx menganggap agama adalah candu, di mana dia menilai agama tidak bisa memberikan solusi terhadap masalah kesejahteraan masyarakat, namun malah membuat masyarakat menuju kehancurannya sendiri.

Teori Marx tersebut seolah terverifikasi oleh fenomena aksi teror yang dilatarbelakangi oleh keputusasaan masyarakat, sebagaimana hasil berbagai studi tadi. Orang-orang yang putus asa dengan kondisi ekonomi melarikan diri kepada agama, di mana mereka kemudian disambut oleh agitator radikalisme dan terorisme yang menunggangi agama, yang mengajak orang-orang putus asa itu agar bergabung bersama mereka.

Baca Juga :   Refleksi Cinta Tanah Air #2: Lawan Terorisme dengan Mensyukuri Kemerdekaan

Untuk membujuk orang-orang tersebut, para agigator membangun narasi bahwa pemerintah telah zalim sehingga menyebabkan kehidupan masyarakat menjadi susah. Pemerintah mereka sebut “Thagut”, yaitu istilah dalam agama Islam yang merujuk kepada setiap yang disembah selain Allah. Maka dari itu, menurut para agigator teror, pemerintah harus dilawan dan negara harus dihancurkan. Mereka membujuk dengan memelintir dalil-dalil agama.

Adanya korelasi antara kondisi ekonomi dengan aksi teror ini salah satunya disimpulkan oleh hasil penelitian berjudul Assesmen Program Pemberdayaan Ekonomi Kaum Muda dalam Menangkal Radikalisme yang dilakukan oleh Pusat Studi Timur Tengah dan Perdamaian Global (PSTG) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Hasil penelitian dipaparkan di Hotel Grand Syahid Jaya, Jakarta, Pada 20 Desember 2017.

Para peneliti melakukan riset kualitatif di lima provinsi, yaitu Kabupaten Nunukan dan Pulau Sebatik (Kalimantan Utara), Poso (Sulawesi Tengah), Solo (Jawa Tengah), Lamongan (Jawa Timur), dan Medan (Sumatera Utara). Hasil penelitian menyebutkan bahwa ternyata kemandirian ekonomi sangat potensial untuk menekan penyebaran faham radikalisme dan terorisme mengatasnamakan agama. Ekonomi disebut punya peran penting untuk mengubah pengalaman masa lalu para pelaku kekerasan agar mau berintegrasi dalam masyarakat.

Baca Juga :   KH. Achmad Syuhada: Kombatan Perang Jawa yang Merawat Semangat Cinta Tanah Air

Menurut Direktur PSTG Badrus Salam, adanya korelasi antara kondisi ekonomi dengan aksi teror tersebut, salah satunya, dibuktikan dengan adanya temuan bahwa ternyata pemuda yang mandiri secara ekonomi tidak bisa terbujuk oleh gerakan Islamic State Irak and Syria (ISIS). Mereka kebal bujukan karena sudah merasa nyaman dengan kondisi ekonominya, sehingga tidak memerlukan ideologi ‘aneh-aneh’ untuk menjalani kehidupannya—termasuk ideologi beragama secara ekstrem.

Menurut Badrus Salam, hasil riset tersebut membantah teori yang dikampanyekan oleh negara-negara Barat, yang menyebut bahwa ekonomi tidak mampu menyelesaikan masalah terorisme dan radikalisme. Maka dari itu, PSTG merekomendasikan agar pemerintah melakukan inovasi dan pendampingan usaha terhadap kaum muda, baik oleh pengusaha, stakeholder, dinas, atau kementerian terkait. Program itu perlu dikerjakan dalam jangka panjang dan berkesinambungan melalui strategi nyata.

Ekonomi Berdikari Shiddiqiyyah

Mencegah aksi teror—salah satunya melalui pendekatan ekonomi—memang tak kalah penting dibandingkan upaya menangani peristiwa yang sudah terjadi. Ibarat kata, lebih baik mencegah daripada mengobati. Negara pun mengamanatkan upaya pencegahan itu dalam Undang-Undang (UU) No. 15 Tahun 2003. Seluruh elemen negara yang bersinggungan dengan penanggulangan teror dilibatkan dalam upaya preventif tersebut.

Menindaklanjuti amanat UU tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) RI—instrumen negara terdepan dalam pencegahan terorisme—pun mengembangkan strategi khusus untuk mengantisipasi munculnya aksi teror, yang mereka namakan “5 Vaksin Pencegahan Intoleransi”. Salah satunya menggunakan pendekatan kesejahteraan atau prosperity apparoach. Untuk itu, mereka mendirikan puluhan Warung NKRI di 10 Provinsi di Indonesia sebagai sarana untuk mewujudkan kemandirian ekonomi para narapidana terorisme (napiter).

Baca Juga :   Kriteria Penerima Rumah Syukur Ditentukan secara Detail agar Program Tepat Sasaran

Warung NKRI diharapkan dapat membentuk warga negara yang tangguh dan siaga terhadap paham intoleran, anarkis, radikal, dan teror. Selain menjadi sarana pembangunan ekonomi, Warung NKRI juga dimanfaatkan sebagai ajang dialog kebangsaan berkelanjutan dan sarana reintegrasi sosial.

Sementara itu, di bagian lain, Tarekat Shiddiqiyyah—kendati bukan institusi negara—pun berperan aktif dalam upaya tersebut. Mereka menangkal penyebarluasan paham radikalisme dan terorisme dengan berbagai kegiatan konkret.

Tarekat ini terus menananamkan semangat nasionalisme kepada seluruh santrinya melalui kurikulum cinta tanah air yang diajarkan di Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman. Tak hanya itu, tarekat yang berpusat di Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang ini juga menjalankan program ekonomi mandiri secara nyata, dengan terus membangun berbagai unit usaha yang mengusung semangat ibadah sosial untuk memperbaiki hajat hidup orang banyak. Amunisi gerakan ekonomi itu adalah gairah keislaman yang selalu ditanamkan oleh Sang Mursyid, KH. Muhammad Muchtar Mu’thi.

Artikel Terkait

Leave a Comment