samudrafakta.com

KH. Abdul Wahab Chasbullah (2): Inisiator NU, Menyatukan Ulama Sunni dan Syiah untuk Mendukung Kebebasan Bermazhab

KH. Wahab Chasbullah, sebagai didikan asli pesantren, memiliki cara pandang yang luas dan di luar kebiasaan orang pesantren pada zamannya. Saat dunia terdiam dan tak bersuara atas perubahan tatanan praktik ibadah di Makkah dan Madinah, dia berani menyuarakannya.

Perkembangan dunia Islam di Arab tidak baik-baik saja pasca-runtuhnya Turki Utsmani tahun 1924 dan naiknya Daulah Ibnu Saud sebagai penguasa.

Kemenangan otoritas Ibnu Saud, yang didominasi kelompok Pan-Islamisme merombak tatanan praktik ibadah di Makkah dan Madinah. Mereka mempropagandakan gerakan anti-mazhab. Hal itu memicu protes umat Islam dunia—terutama dari kalangan tradisionalis. Lebih-lebih setelah terbitnya larangan amaliyah dan penyebaran kitab-kitab Ahlussunah di sana, serta adanya kabar rencana penggusuran makam Nabi Muhammad Saw. ‘

Namun, protes itu secara umum lebih banyak ‘disimpan’, tak disampaikan langsung oleh dunia Islam. Pasalnya, Ibnu Saud, sang penyeru ‘perubahan’, dikenal sebagai sosok keras dan tanpa kompromi. Masyarakat Islam enggan berkonflik.

Di tengah kebisuan dunia Islam itu, Hadratussyekh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari berani menyuarakan keprihatinannya. Dia mengutus Mbah Wahab, murid kinasihnya, untuk menemui Raja Saudi. Kiai Hasyim berpesan kepada Mbah Wahab: “Kang Wahab, pergilah ke Makkah. Siapa yang berani, ajak. Siapa yang mau membongkar makam Nabi Muhammad Saw., tabrak.”

Baca Juga :   KH. Achmad Syuhada: Kombatan Perang Jawa yang Merawat Semangat Cinta Tanah Air

Mbah Wahab pun langsung memikirkan strategi untuk menjalankan amanat gurunya tersebut. Dan dia melihat kesempatan ketika umat Islam yang tergabung Centraal Comite Al-Islam (CCI)— dibentuk tahun 1921—yang kemudian bertransformasi menjadi Centraal Comite Chilafat (CCC) pada tahun 1925, akan mengirimkan delegasi ke Muktamar Dunia Islam (Muktamar ‘Alam Islami) di Makkah tahun 1926.

CCC sempat menyelenggarakan Kongres Al-Islam ke-4 pada 21-27 Agustus 1925 di Yogyakarta. Dalam forum tersebut, Mbah Wahab mengusulkan agar delegasi CCC yang akan dikirim ke Muktamar Islam di Makkah mendesak Raja Ibnu Sa’ud untuk melindungi kebebasan bermazhab. “Sistem bermadzhab yang selama ini berjalan di tanah Hijaz harus tetap dipertahankan dan diberikan kebebasan,” kata Mbah Wahab—sebagaimana dikutip Ainur Rofiq al-Amin dalam artikel Wahabi, CCI, CCC, Komite Hijaz, dan KH Wahab Chasbullah.

Artikel Terkait

Leave a Comment