10 Pahlawan Nasional 2025 dan Pertarungan Makna di Balik Gelar

Di balik medali kehormatan, masih tersisa luka dan tanya. Tapi justru di sanalah makna kepahlawanan itu hidup: di ruang antara ingatan dan pengampunan. - Ilustrasi dibuat menggunakan SORA

Ia menggunakan pengaruh budaya dan adatnya untuk menggalang dukungan masyarakat timur terhadap Republik.

Sosok Zainal Abidin Syah menegaskan bahwa persatuan Indonesia bukan hasil Jakarta semata, melainkan hasil gotong-royong para pemimpin daerah yang memilih nasionalisme sebagai jalan kebangsaan.

Kepahlawanan yang Lebih Luas dari Seragam dan Medali

Sepuluh pahlawan nasional tahun ini memperlihatkan pola baru dalam penetapan gelar kehormatan.

Jika dulu pahlawan identik dengan pertempuran dan kemerdekaan, kini cakupannya lebih luas: spiritualitas, pendidikan, diplomasi, hingga perlawanan sosial.

Bacaan Lainnya

Dari Gus Dur yang memperjuangkan toleransi hingga Marsinah yang menuntut keadilan buruh — semuanya menegaskan bahwa kepahlawanan tidak lagi bersifat tunggal.

Di satu sisi, keputusan ini menunjukkan keberanian negara untuk merevisi cara kita memaknai sejarah. Namun di sisi lain, ia juga membuka perdebatan baru: apakah gelar pahlawan masih sekadar penghargaan, atau sudah menjadi arena politik memori?

Menulis Ulang Sejarah Bersama

Bila dilihat utuh, sepuluh pahlawan 2025 adalah mozaik kebangsaan: ulama dari Madura, sultan dari Bima, diplomat dari Bandung, raja dari Simalungun, perempuan dari Padang Panjang, buruh dari Nganjuk, dan presiden dari Jombang serta Yogyakarta.

Mereka datang dari penjuru negeri — dan justru karena itulah, daftar ini terasa lengkap. Setiap penetapan pahlawan sesungguhnya adalah cara negara menulis ulang dirinya sendiri.

Gus Dur mengajarkan welas asih, Soeharto menandai disiplin pembangunan, Marsinah menuntut keadilan, Rahmah El Yunusiyyah menyalakan pendidikan, Rondahaim Saragih menolak penjajahan, Sultan Zainal Abidin Syah menjaga perbatasan.

Dari mereka, bangsa ini belajar satu hal: sejarah bukan hanya tentang siapa yang menang, tetapi tentang siapa yang tetap setia.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *