10 Pahlawan Nasional 2025 dan Pertarungan Makna di Balik Gelar

Di balik medali kehormatan, masih tersisa luka dan tanya. Tapi justru di sanalah makna kepahlawanan itu hidup: di ruang antara ingatan dan pengampunan. - Ilustrasi dibuat menggunakan SORA

Ia membuktikan bahwa nasionalisme tidak hanya lahir dari revolusi, tetapi juga dari kebijaksanaan seorang raja yang berpihak pada rakyatnya.

Syaikhona Muhammad Kholil: Ulama yang Melahirkan Ulama
Syaikhona Kholil.

Dari Madura, nama Syaikhona Kholil Bangkalan menjadi representasi peran spiritual dalam sejarah Indonesia.

Beliau adalah guru dari KH. Hasyim Asy’ari dan KH. Wahab Hasbullah — dua pendiri besar Nahdlatul Ulama.

Kiai Kholil mengajarkan ilmu agama dan tasawuf dengan disiplin dan kasih, menanamkan keyakinan bahwa ilmu dan iman adalah fondasi kemerdekaan sejati.

Bacaan Lainnya

Meskipun tak memimpin perang atau jabatan publik, ajarannya membentuk generasi ulama yang kelak ikut melahirkan Indonesia modern.

Dalam konteks hari ini, penetapan Syaikhona Kholil sebagai pahlawan adalah pengakuan bahwa pesantren adalah bagian sah dari peradaban bangsa.

Tuan Rondahaim Saragih Garingging: “Napoleon dari Tanah Batak”
Tuan Rondahaim Saragih Garingging

Nama yang asing bagi banyak orang Indonesia ini kini mendapat tempat di sejarah nasional.

Tuan Rondahaim Saragih Garingging, Raja Raya ke-14 Simalungun (1828–1891), memimpin perang gerilya melawan kolonial Belanda selama lebih dari satu dekade.

Belanda menjulukinya “Napoleon der Bataks” karena strategi perangnya yang cerdik dan taktis. Selama pemerintahannya, wilayahnya tak pernah ditaklukkan.

Bagi masyarakat Simalungun, Rondahaim bukan sekadar pemimpin, tapi simbol kehormatan lokal yang selama ini tersisih dari narasi besar sejarah Indonesia.

Gelar pahlawan nasional yang ia terima kini adalah bentuk keadilan simbolik bagi daerah-daerah yang dulu dipinggirkan dalam narasi Jawa-sentris.

Sultan Zainal Abidin Syah: Menyatukan Timur untuk Republik
Sultan Zainal Abidin Syah. – Wikipedia

Tokoh terakhir, Sultan Zainal Abidin Syah (1912–1967), berasal dari Tidore, Maluku Utara.

Sebagai Sultan sekaligus Gubernur Irian Barat pertama, ia memainkan peran penting dalam perjuangan diplomatik untuk mengembalikan Papua ke pangkuan Indonesia.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *