Tradisi tolak bala di Rabu terakhir Safar tetap hidup. Namun, sebagian orang menilai, kepercayaan tersebut tidak ada dasarnya.
__________
Safar 1447 H memasuki pekan terakhir. Salah satu hari yang banyak mendapat perhatian umat Islam adalah Rabu terakhir Safar, yang dikenal sebagai Rabu Wekasan. Tahun ini, berdasarkan Kalender Hijriah Indonesia 2025 dari Ditjen Bimas Islam Kemenag RI, Rabu Wekasan jatuh pada 20 Agustus 2025.
Sebagian masyarakat masih meyakini hari ini sebagai waktu turunnya bala bencana. Karena itu, muncul berbagai tradisi tolak bala, mulai dari salat empat rakaat khusus, doa bersama, hingga pembacaan wirid.
Kitab Kanzun Najah Was-Surur menyebut, pada Rabu terakhir Safar Allah SWT menurunkan 320.000 bala bencana, sehingga amalan-amalan tersebut dianjurkan sebagai penolak bala.
Salah satu amalan populer adalah salat empat rakaat, dengan bacaan surat Al-Kautsar, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas dalam jumlah tertentu. Setelah itu, umat dianjurkan membaca doa khusus tolak bala, seperti yang dimuat NU Online:
“Allȃhummaftah lanȃ abwȃbal khair, wa abwȃbal barakah, wa abwȃban ni’mah… Allȃhumma ‘ȃfinȃ min kulli balȃ’id dunyȃ wa ’adzȃbil ȃkhirah…”
Namun, keyakinan akan turunnya bala pada bulan Safar, oleh sebagian orang, dinilai tidak memiliki dasar nash yang sahih. Mereka merujuk pada hadits riwayat Bukhari dan Muslim ini: “Tidak ada penyakit menular (tanpa izin Allah), tidak ada thiyarah (merasa sial karena burung atau tanda tertentu), tidak ada hamah (sial karena burung gagak), dan tidak ada kesialan di bulan Safar.”
Dengan demikian, tradisi Rabu Wekasan lebih tepat dipandang sebagai warisan budaya religius sebagian masyarakat Muslim, bukan kewajiban syariat.
Wallahu a’lam.***