Polri mengembalikan 39 buku sitaan dari tersangka kerusuhan Agustus 2025. Buku dinilai tak terkait pidana. Langkah ini disebut wujud penghormatan HAM dan profesionalisme penyidikan.
Polda Jawa Timur mengembalikan 39 buku milik tersangka kasus kerusuhan demonstrasi akhir Agustus 2025. Polisi menilai barang sitaan itu tidak berhubungan dengan tindak pidana.
Karo Penmas Divhumas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan pengembalian dilakukan setelah evaluasi penyidik.
“Setelah dilakukan evaluasi mendalam, disimpulkan buku-buku itu tidak memiliki kaitan langsung dengan tindak pidana yang disidik,” ujar Trunoyudo kepada wartawan, Selasa (30/9).
Menurutnya, keputusan ini sesuai Pasal 46 ayat (1) huruf a KUHAP yang mengatur barang sitaan yang tidak berkaitan wajib dikembalikan. “Ketika barang bukti tidak relevan dengan perkara, maka harus dikembalikan sebagai bentuk penghormatan terhadap hak pemilik,” katanya.
Trunoyudo menambahkan, penyitaan merupakan bagian dari proses hukum. Namun hasil analisis memastikan buku tersebut tak relevan. Pengembalian kepada pemilik atau keluarga dilakukan pada 29 September 2025.
“Polri memastikan setiap langkah penyidikan dilakukan objektif, profesional, dan proporsional. Ini bentuk akuntabilitas dan penghormatan terhadap hak asasi manusia,” ucapnya.
Ia menegaskan penyidikan tetap berjalan untuk unsur-unsur yang terbukti terkait tindak pidana. “Kami ingin masyarakat memahami bahwa setiap tindakan penyidik memiliki dasar hukum. Polri tidak akan menahan atau menyita barang yang tidak berhubungan dengan tindak pidana,” ujarnya.
Trunoyudo menutup dengan menyatakan Polri berkomitmen menjaga transparansi dan kepercayaan publik. “Kami menjunjung asas kepastian hukum, penghormatan HAM, serta transparansi kepada publik,” katanya.
Sebelumnya, penyitaan buku ini mendapat kritik dari banyak pihak. Polda Jawa Barat sempat memamerkan deretan buku saat menetapkan 42 tersangka kerusuhan Bandung 29–30 Agustus 2025. Polda Metro Jaya juga menyita sejumlah buku dari rumah Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, dengan tuduhan menghasut lewat media sosial.
Di Jawa Timur, polisi menangkap 18 orang terkait pembakaran Pos Lantas Waru, Sidoarjo, plus mengamankan 11 judul buku. Bahkan, FZ—pegiat literasi di Kediri—ditangkap hanya karena diduga terhubung dengan provokator Bandung. Polisi membawa tiga buku dari rumahnya.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menegaskan buku hanya bisa jadi bukti bila dipakai secara fisik untuk melukai. “Tetapi, kalau isinya dianggap mendorong orang berbuat kejahatan, ini absurd,” ujarnya, 19 September.
Fickar menilai sulit membuktikan isi buku sebagai motif tindak pidana. “Kalau isinya, itu absurd dan lebay,” tegasnya.
Dari Universitas Sebelas Maret Surakarta, Heri Hartanto menyebut ada celah hukum di Pasal 39 KUHAP soal benda yang bisa disita. Buku bisa masuk kategori “berhubungan langsung dengan tindak pidana.” Namun ia memberi catatan keras: harus jelas dulu apakah buku itu benar digunakan untuk menghasut tindak pidana, misalnya dalam kasus terorisme.