samudrafakta.com

MA Ubah Aturan Soal Usia Cagub dan Cawagub Pilkada 2024, Dipaksakan demi Kaesang Pangarep?

Ilustrasi.

Dalam Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024, MA mengubah penghitungan usia calon kepala daerah dari yang semula dibuat KPU. Mahkamah mengatur, usia calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif. Karena diubah oleh MA, maka Kaesang bisa saja mendaftar dan dinyatakan memenuhi syarat untuk berlaga, seandainya pada hari pelantikan kelak ia telah memenuhi batas usia tersebut.

Beberapa hari terakhir, beredar poster di media sosial yang menggambarkan sosok politikus Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono, keponakan Prabowo Subianto, berduet dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Kaesang Pangarep sebagai pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta. Poster bergambar Budi dan Kaesang yang tersebar di media sosial sejak Rabu (29/5/2024) diunggah oleh selebritas Raffi Ahmad dan kemudian diunggah ulang oleh Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad.

Ramai-ramai soal keputusan MA tersebut mendapat respons pihak istana.  Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta wartawan menanyakan soal putusan Mahkamah Agung (MA) tentang batas usia calon kepala daerah, kepada lembaga tersebut atau pihak yang menggugat. “Itu tanyakan ke Mahkamah Agung atau tanyakan ke yang gugat,” kata Joko Widodo di sela kunjungan kerja di Sumatera Selatan, Kamis (30/5/2024). Presiden juga mengaku belum membaca putusan tersebut. “Belum, belum, belum. Baru diberi tahu tadi,” katanya.

Baca Juga :   MK Yakin Selesaikan Sengketa Pilpres dalam 14 Hari, Pengamat Menilai Tidak Logis

Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti menilai putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan ketentuan syarat usia pencalonan kepala daerah dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU), terlalu dipaksakan dan bernuansa tidak objektif. “Putusan MA tersebut terlalu dipaksakan. Bernuansa tidak objektif dan rasional,” kata Ray, dikutip dari Kompas.com, Kamis (30/5/2024).

Dia lantas mengatakan, ada empat alasan sehingga menilai putusan MA tersebut dipaksakan dan tidak rasional. Pertama, menurut Ray, menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan itu adalah keliru. Sebab, pelantikan kepala daerah bukan lagi kewenangan KPU. Dia mengungkapkan, jadwal pelantikan kepala daerah sepenuhnya merupakan wewenang Presiden. Oleh karenanya, menghitung batas usia dari wilayah yang bukan merupakan kewenangan KPU jelas adalah keliru.

Kedua, jadwal pelantikan kepala daerah juga tidak dapat dipastikan kapan waktunya dan sangat tergantung pada jadwal Presiden sebagai kepala negara dan pemerintah “Saat ini, kenyataannya pemerintah belum membuat jadwal defenitif kapan pelantikan kepala daerah hasil pilkada 2024 akan dilaksanakan. Lebih rumit lagi, karena pelantikan kepala daerah dimaksud tidak akan dilaksanakan oleh pemerintah yang membuat jadwal, tapi oleh presiden yang sesudahnya,” ujar Ray.

Baca Juga :   Tim Ganjar-Mahfud Sebut Presiden Jokowi Langgar Tiga Jenis Etika, Istana Ingatkan Prinsip Pembuktian

Ketiga, putusan MK disebut bertentangan dengan tujuan MA membuat ketentuan baru, yakni kepastian hukum. Menurut Ray, menetapkan penghitungan batas usia sejak pelantikan justru lebih tidak pasti, dibandingkan dengan ketentuan sebelumnya yakni dihitung sejak penatapan pasangan calon oleh KPU. “Putusan MA justru bertentangan dengan alasan mereka membatalkan PKPU (kepastian hukum),” katanya.

Artikel Terkait

Leave a Comment