samudrafakta.com

Krisis Makin Parah, Jutaan Warga Inggris Tak Bisa Makan

Aksi protes biaya hidup yang tinggi di Inggris pada April 2022/Net.

London | Samudra Fakta—Jika para ahli meramalkan resesi sampai di Indonesia tahun depan, Inggris sudah merasakannya sejak dari sekarang. Negara Monarki ini dihantui oleh krisis ekonomi dan energi. Jutaan orang Inggris melewatkan kebutuhan makan akibat krisis biaya hidup.

Pada Kamis (20/10), sebuah kelompok konsumen memperingatkan tentang berbagai macam risiko yang memicu kemiskinan setelah Inggris menunda pembekuan harga energinya. Orang Inggris mulai kesulitan makan setelah inflasi negara itu melonjak di atas 10 persen pada bulan September. Inflasi mengakibatkan kenaikan harga pangan. Masalah ekonomi Inggris pun makin menumpuk.

Berdasarkan survei yang dilakukan kelompok konsumen Where? terhadap 3.000 orang, sebagian besar responden merasa jika saat ini lebih sulit untuk makan sehat dibandingkan sebelum krisis. Sedangkan hampir 80 persen responden mengalami kesulitan finansial.

“Dampak buruk dari krisis biaya hidup, yang mengkhawatirkan, jutaan orang melewatkan makan atau berjuang untuk menyajikan makanan sehat di atas meja,” kata Sue Davies, Kepala Kebijakan Pangan Kelompok Where?

Pada Rabu (19/10), kelompok konsumen menyatakan bahwa keputusan Pemerintah Inggris untuk mengekang pembekuan harga energinya minggu ini akan membuat jutaan orang tidak dapat memanaskan rumah mereka pada musim gugur.

Baca Juga :   Istimewa, Tiga Orang Ini Bebas Masuk Negara Mana Saja Tanpa Paspor

Senin (17/10), Menteri Keuangan Jeremy Hunt yang baru diangkat mengumumkan pada bahwa ia akan menghentikan pembekuan harga energi utama pada bulan April, bukan akhir 2024. “Keputusan pemerintah untuk mengakhiri dukungan energi universal pada bulan April berisiko membuat jutaan rumah tangga di seluruh negeri, bukan hanya yang paling rentan secara finansial, ke dalam kemiskinan bahan bakar,” kata Rocio Concha, Kepala Kebijakan dan Advokasi Where?

“Pemerintah harus mengklarifikasi bagaimana mereka akan mendukung rakyat yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan di luar musim semi dan memastikan bahwa karena harga energi sangat tinggi, konsumen tidak ketinggalan,” imbuh Concha.

Kebijakan pembekuan harga diambil untuk melindungi konsumen dari biaya bahan bakar domestik yang sangat tinggi. Harga energi di Inggris meroket sejak perang Rusia-Ukraina. Sementara itu, tahun ini Inggris juga didera pemogokan karena para pekerja memprotes upah yang gagal mengimbangi inflasi yang tak terkendali.

Indeks harga eceran melonjak menjadi 12,6 persen pada September, naik dibandingkan Agustus yang sebesar 12,3 persen. Frances O’Grady, Sekretaris Jenderal Kelompok Payung Kongres Serikat Buruh (TUC) pekan ini menuntut agar Perdana Menteri (PM) Liz Truss mundur dari jabatannya.

Baca Juga :   Tiga Tim Grup C Lolos ke Babak 16 Besar Piala Eropa 2024

“Saya punya pesan untuk Liz Truss. Orang-orang yang bekerja bangga dengan pekerjaan yang dilakukan. Kami bekerja keras. Kami bekerja paling lama di Eropa,” katanya pada pertemuan tahunan TUC di sebuah resor tepi laut Inggris di Brighton. “Namun, berkat 12 tahun partai Anda di pemerintahan, jutaan orang berjuang untuk memenuhi kebutuhan.”

Krisis Inggris timbul karena orang-orang terindikasi kesulitan menghangatkan badan di musim gugur dan dingin, akibat pasokan bahan bakar yang kian sulit sebagai dampak perang Rusia-Ukraina yang tak kunjung usai. Memang, Indonesia tidak perlu penghangat karena tidak ada musim dingin di sini. Akan tetapi, bukankah biasanya krisis yang terjadi di Benua Biru merembet ke negara-negara di Asia, termasuk Indonesia? Siapkah kita? (ti/ap)

Artikel Terkait

Leave a Comment