samudrafakta.com

Ketika Kampus-Kampus Menyampaikan “Teguran Keras”  untuk Presiden Jokowi

JAKARTA—Dalam beberapa hari terakhir, berbagai sivitas akademika kampus di Indonesa—baik itu Universitas Negeri, Universitas Swasta, hingga Universitas Islam Negeri (UIN)—menyampaikan pernyataan terbuka untuk mengungkapkan kegelisahan dan keresahan mereka terhadap atas situasi politik yang berlangsung menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Mereka menyebut Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah menyimpang dari koridor demokrasi dan menyalahgunakan kekuasaan demi kepentingan politik praktis.

Beberapa Sivitas Akademika yang mengeluarkan pernyataan sikap, antara lain:

  1. Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta
  2. Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta
  3. Universitas Indonesia (UI), Depok
  4. Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta
  5. Universitas Andalas,
  6. Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda
  7. Universitas Hasanuddin
  8. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
  9. Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung
  10. Univeristas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta

Alasan Akademisi Mengeluarkan Pernyataan Sikap

Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI), Hurriyah, apa yang disampaikan para akademisi itu merupakan “peringatan keras” kepada Presiden Jokowi atas keresahan publik yang meluas.

Sebab, kata dia, selama ini kritikan maupun masukan yang diutarakan oleh masyarakat sipil dinilai diabaikan oleh pemerintah.

Baca Juga :   Peringatan Dini dari BMKG, Tahun Baru Imlek dan Coblosan Pemilu 2024 Diguyur Hujan Lebat

“Ini yang mendorong kampus untuk turun tangan langsung memberikan seruan moral. Dan kalau saya lihat ini sudah menjadi peringatan keras,” ujar Hurriyah kepada BBC News Indonesia, Jumat (2/2/2024).

Pakar politik dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Nicky Fahrizal, sependapat dengan Hurriyah. Menurut dia, seruan moral dari akademisi ini menandakan ada persoalan legitimasi etis yang berat di pemerintahan Jokowi—yang bila terus menggelinding di ruang publik bisa menggerus kepercayaan publik pada Presiden.

Persoalan etis yang dimaksud adalah dugaan adanya konflik kepentingan dalam putusan MK yang meloloskan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres. “Putusan ini kan tentu mengarah ke Presiden Jokowi,” kata dia

“Ditambah lagi beberapa waktu lalu Jokowi mengeluarkan narasi presiden berhak kampanye. Tapi kalau lihat presiden berkampanye untuk anaknya, tidak etis dong, karena medan elektoralnya tidak seimbang.”

Menurut Huriyah dan Nicky Fahrizal, Presiden Jokowi mencoba membenarkan pelanggaran tersebut dengan dalih keabsahan konstitusi tanpa mempertimbangkan apakah tindakannya etis atau tidak. Padahal, menurut mereka, manuver seperti itu sama artinya merusak prinsip dan nilai-nilai demokrasi. Bahkan bisa disebut pelanggaran etika yang luar biasa.

Baca Juga :   Deklarasi Anies-Muhaimin: Di Antara Kontroversi Klaim Dukungan Nahdliyin dan ‘Gerak Cepat’ KPK

“Politik yang dipertontonkan Pak Jokowi adalah politik yang kotor, yang tidak ada etika sama sekali,” ujar Hurriyah.

Guru Besar Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, mengatakan apa yang disampaikan oleh para akademisi, termasuk UI, adalah “teguran yang sangat keras”. Sebab, menurutnya, apa yang dilakukan Presiden Jokowi tak bisa lagi ditolerir.

“Karena sudah menggunakan MK untuk kepentingan kekuasaan, terutama untuk kepentingan keluarga. Itu sudah dipuncak batas yang tak bisa ditolerir lagi,” tegasnya.

“Sekarang juga kita lihat semua bagaimana Presiden ikut berkampanye, itu sudah melanggar, ada macam-macam UU yang dibajak sepotong-potong. Dan sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara, itu sudah melanggar,” kata Sulistyowati.

“Menyatakan berpihak, boleh kampanye, tidak bisa karena dia bukan kontestannya,” imbuhnya.

Sulistyowati juga menekankan bahwa pernyataan dan seruan yang disampaikan para akademisi serta ilmuwan merupakan gerakan moral, alias tidak ditunggangi kepentingan politik.

Untuk itu, jika pemerintah masih memiliki hati nurani, tambahnya, maka harus berubah dalam waktu sesingkat-singkatnya, dengan memastikan setiap orang bisa masuk ke ruang pencoblosan tanpa rasa takut, intimidasi, dan tekanan.

Baca Juga :   Lelakon Caleg Modal Irit: Kadung Pailit, Suara yang Didapat Cuma ‘Seuprit’

Jika seruan tersebut tak didengar, maka para sivitas, “Akan terus menerus berisik dan mengganggu,” kata Sulistyowati.

“Kami sedang melakukan kewajiban terhadap publik. Karena kami ilmuwan bukan hanya ada di menara gading, tapi keberadaan universitas harus bermanfaat kepada kelompok-kelompok di sekitar universitas,” tuturnya.

Artikel Terkait

Leave a Comment