samudrafakta.com

Kasus Klitih Yogyakarta: Terdakwa Dipaksa Mengaku, Fakta-Fakta Sidang Diabaikan

Kartun SF.
Praktik rekayasa perkara dan peradilan sesat disinyalir masih sering terjadi. Tersangka ditangkap di luar prosedur, dipaksa mengaku, dan perkara diputus mengabaikan fakta-fakta persidangan.  

 ________

Vonis Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Kota Yogyakarta terhadap tiga terdakwa kasus klitih atau kejahatan jalanan—yang juga disebut “perang sarung”—yang menewaskan seorang pelajar bernama Daffa Adzin Albasith, diprotes keluarga dan PH terdakwa. Vonis hukuman 6 – 10 tahun penjara terhadap terdakwa dinilai tidak adil dan mengabaikan fakta-fakta persidangan.

“Keputusan hakim tidak adil. Persidangan berjalan sesat dan tidak mencerminkan keadilan,” protes Penasihat Hukum (PH) terdakwa, Taufiqurrahman, Selasa (8/11/2022) usai putusan. Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim menilai ketiga terdakwa terbukti menyerang dan menganiaya Daffa Adzin Albasith—anak seorang anggota parlemen di Kabupaten Kebumen—hingga akhirnya meninggal dunia, pada 3 April 2022.

Tiga terdakwa yang diputus adalah Ryan Nanda Syahputra (19 tahun), Fernandito Aldrian Saputra (18 tahun), dan Muhammad Musyaffa Affandi (21 tahun). Ryan divonis 10 tahun penjara, sementara Fernandito dan Muhammad Musyaffa divonis 6 tahun penjara. Keluarga dan PH ketiga terdakwa langsung menyatakan banding.

Baca Juga :   Oknum Polisi Tipu Sindikat Penjualan Ginjal, Berjanji Sanggup ‘Mengamankan’ Kasus 

Ketika sidang berlangsung, sejumlah warga yang menggunakan pakaian dan pita hitam membawa poster mendatangi PN Yogyakarta untuk memberikan dukungan kepada terdakwa karena, menurut mereka, ada rekayasa perkara pada peristiwa yang didakwakan. Kelima terdakwa diyakini tidak berada di tempat kejadian saat klitih berlangsung.

Indikasi Rekayasa Perkara

Peristiwa klitih atau “perang sarung” itu terjadi saat korban dan teman-temannya sedang mencari makanan untuk santap sahur, 3 April 2022. Menurut Dirreskrimum Polda DIY Kombes Ade Ary Syam Indradi, peristiwa bermula saat kelompok pelaku dan korban sama-sama tersinggung. “Ini terjadi karena ada permasalahan pada dini hari. Dan (korban dan pelaku) masih pelajar,” kata Ade, saat konferensi pers di Mapolda DIY, 5 April 2022—sebagaimana dikutip dari JPNN.com.

Peristiwa yang terjadi pada pukul 02.10 WIB itu bermula saat kelompok korban yang terdiri dari tujuh orang mengendarai lima motor mampir di sebuah warung makan. “Sebagian (kelompok korban) memesan makanan dan sebagian belum sempat menyandarkan motornya,” ucap dia.

Ketika itulah melintas dua motor yang ditumpangi lima orang memainkan gas sepeda motor. Menurut Ade, momen inilah yang menjadi pemicu keributan. Kelompok korban yang merasa terganggu berusaha mengejar kelompok pelaku ke arah utara, di Jl. Gedongkuning, dengan empat motor.

Baca Juga :   Ferdy Sambo: Terang, Melesat, Lalu Padam Seketika

Ternyata, begitu dikejar, kelompok pelaku justru berbalik arah dan berhenti, lalu menyabetkan benda tajam—diduga gir—hingga mengenai muka korban. “Korban berada di motor kedua, posisi dibonceng. Karena yang memboncengkan berhasil mengelak, (alat pemukul) kena ke muka korban,” kata dia.

Artikel Terkait

Leave a Comment