Hakim Tolak Praperadilan Nadiem Makarim, Kejagung: Penetapan Tersangka Sah Secara Hukum

Nadiem Makarim setelah ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbud/Kemendikbudristek periode 2019 - 2022. - Istimewa
Kejagung menegaskan penetapan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus korupsi laptop pendidikan sah secara hukum, usai PN Jaksel menolak gugatan praperadilan mantan Mendikbudristek itu.

Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan proses hukum terhadap mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim sah secara hukum. Pernyataan itu disampaikan usai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menolak permohonan praperadilan yang diajukan Nadiem.

“Putusan ini menegaskan bahwa penyidikan yang dilakukan penyidik telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Penetapan tersangka dan penahanan Pak Nadiem telah sah menurut hukum acara pidana,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Anang Supriatna, Senin (13/10).

Anang menambahkan, setelah putusan tersebut, penyidik akan fokus melanjutkan penyidikan hingga tuntas. “Selanjutnya penyidik akan menuntaskan penyidikannya dengan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah,” ujarnya.

Sebelumnya, hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Ketut Darpawan, memutuskan menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan Nadiem. Hakim menilai, penetapan tersangka dan penahanan oleh Kejagung sudah sah menurut hukum. “Mengadili: menolak praperadilan pemohon dan membebankan biaya perkara sejumlah nihil,” ucap Ketut saat membacakan putusan disusul ketukan palu sidang.

Bacaan Lainnya

Nadiem Makarim ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022 dengan nilai proyek mencapai Rp9,3 triliun. Proyek itu melibatkan pengadaan 1,2 juta unit laptop Chromebook untuk sekolah di daerah 3T.

Selain Nadiem, Kejagung juga menetapkan empat tersangka lain, yakni Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021 Mulyatsyah, Direktur SD 2020–2021 Sri Wahyuningsih, mantan stafsus Mendikbudristek Jurist Tan, dan mantan konsultan teknologi Kemendikbudristek Ibrahim Arief.

Dari hasil penyidikan, negara diduga mengalami kerugian hingga Rp1,98 triliun yang terdiri atas mark up harga laptop sebesar Rp1,5 triliun dan penggelembungan biaya perangkat lunak (CDM) senilai Rp480 miliar.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *