Fakta 19 Mei 1998: Ribuan Mahasiswa Duduki Gedung DPR/MPRR

Foto ribuan mahasiswa ketika menduduki gedung DPR/MPRR di Jalan Gtot Subroto, Jakarta. Foto:Elshinta

Pada 12 Mei 1998, di Jakarta, tragedi yang kini dikenal sebagai Tragedi Trisakti terjadi. Dalam aksi unjuk rasa tersebut, empat mahasiswa Universitas Trisakti gugur. Mereka adalah Elang Mulya Lesmana dari Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Hafidin Royan, Hari Hariyanto, dan Hendriawan dari Fakultas Ekonomi【Wardaya, 2007: 270-271】. Peristiwa berdarah ini menyulut kemarahan dan memicu kerusuhan massal pada 13-14 Mei 1998 di Jakarta.

Kerusuhan tersebut menyebabkan kerugian yang sangat besar, diperkirakan mencapai Rp 2,5 triliun. Kerusakan meliputi 13 pasar, 2.475 ruko, 40 mal, 45 bengkel, 383 kantor swasta, 65 bank, 24 restoran, 12 hotel, 9 pom bensin, 1.119 motor, 486 rambu lalu lintas, 11 taman, 18 pagar, 1.026 rumah penduduk, dan gereja. Selain itu, 288 orang tewas dan 101 orang mengalami luka-luka【Wardaya, 2007: 271】.

Tidak hanya kerugian materi, tragedi ini juga menyisakan luka mendalam bagi banyak perempuan etnis Tionghoa yang menjadi korban pemerkosaan. Aksi-aksi brutal ini menambah trauma dan tekanan psikologis yang berat bagi para korban. Selain itu, terjadi juga penculikan aktivis prodemokrasi oleh Tim Mawar, sebuah tim dalam kesatuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus) Grup IV TNI【Wardaya, 2007: 271】.

Pasca kerusuhan, ribuan mahasiswa bergerak menuju Gedung MPR/DPR menggunakan berbagai kendaraan. Ketua MPR/DPR, Harmoko, menyatakan akan mengadakan rapat paripurna untuk membahas aspirasi masyarakat pada 19 Mei 1998. Pertemuan di Istana Merdeka menghadirkan tokoh-tokoh penting seperti Nurcholis Madjid, Yusril Ihza Mahendra, K.H. Yafie, Admihan dari Majelis Ulama Indonesia, M. H. Ainun Najib, Amien Rais, dan Megawati【Muttaqin, 2015: 276】.

Bacaan Lainnya

Para demonstran menuntut perbaikan ekonomi dan reformasi total, menentang korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang semakin merajalela. Kondisi ekonomi yang memburuk menambah kesenjangan sosial yang memicu kerusuhan sosial. Soeharto berjanji akan merombak Kabinet Pembangunan VII menjadi Kabinet Reformasi, namun rencana tersebut gagal karena 14 menteri menolak bergabung. Penolakan ini menjadi salah satu alasan Soeharto akhirnya mundur dari jabatannya【Suyahman, 2020: 30-31】.

Pada 21 Mei 1998, pukul 09.05 WIB, Soeharto resmi mengundurkan diri sebagai Presiden RI. Wakil Presiden B. J. Habibie kemudian melanjutkan sisa masa jabatan hingga 2003, setelah mengucapkan sumpah jabatan di hadapan Mahkamah Agung. Peristiwa ini menandai berakhirnya Orde Baru dan awal dari era Reformasi di Indonesia【Muttaqin, 2015: 276】.

Peristiwa Trisakti dan kerusuhan yang menyusul menjadi titik balik penting dalam sejarah Indonesia, memicu perubahan signifikan dalam tatanan politik dan sosial, dan membuka jalan menuju reformasi yang telah lama dinanti.

Referensi

Muttaqin, Fajriudin. (2015). Sejarah Pergerakan Nasional. Bandung: Humaniora

Suyahman, dkk. (2020). Nilai-Nilai Kejuangan. Klaten: Lakeisha.

Wardaya, Baskara T. (2007). Menguak Misteri Kekuasaan Soeharto. Yogyakarta: Galang Press.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *