Seorang juru masak harus berjibaku di dapur menghadapi panasnya tungku dan asap tebal dari api yang menyala. Sementara orang lain tinggal menyantap hidangan sampai puas dan kenyang.
Juru masak berusaha memuaskan orang lain, sedangkan dirinya hanya mendapatkan lelah. Karena itulah, sebuah hadits mengatakan: “pemimpin suatu kaum adalah yang paling menderita,” (Al- Thurthūsyī, Sirāj al-Mulūk, 1868:47).
Keberhasilan ulama mendidik penguasa dan prasyarat penguasa melayani rakyat. Begitu pun, kemakmuran rakyat adalah tujuan utama politik penguasa, dan politik pro rakyat dari penguasa adalah tujuan dakwah ulama.
Abū Hāmid Al-Ghazālī mengatakan, “Tidaklah terjadi kerusakan rakyat itu kecuali dengan kerusakan penguasa, dan tidaklah rusak para penguasa kecuali dengan kerusakan para ulama,” (Al-Ghazālī, Ihyā’ ‘Ulūmiddīn, Jilid 2/238).
Inilah ajaran pokok dalam politik Islam. Ulama, pemimpin dan rakyat adalah tripartit yang tidak terpisahkan. Ulama berperan memberikan nasihat dan mengajarkan kebenaran kepada pemimpin, dan pemimpin menanggung beban dan lelah demi kemaslahatan rakyat.■