samudrafakta.com

Perjalanan Sejarah Hak Angket dari Pemilu ke Pemilu: Perangkat Demokrasi yang Sarat Kontroversi 

Usulan penggunaan Hak Angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 yang dilontarkan oleh Capres Ganjar Pranowo (atas) didukung oleh Koalisi Perubahan yang diinisiasi oleh Surya Paloh (bawah). (Dok. Istimewa)
JAKARTA—Isu penggunaan Hak Angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024 yang dilontarkan oleh Calon Presiden (Capres) yang diusung PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo kian panas. Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem sekaligus inisiator Koalisi Perubahan menginstruksikan kadernya di parlemen untuk mendukung. Efektifkah langkah ini? Apakah bakal menimbulkan dampak signifikan terhadap hasil Pemuilu? 

Hak Angket disebut sebagai salah satu instrumen penting dalam sistem demokrasi di Indonesia. Adalah hak di mana Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan atau tindakan pemerintah yang dianggap bermasalah dan melanggar undang-undang (UU).

Dalam konteks Pemilihan Umum (Pemilu), hak angket dianggap dapat digunakan untuk mengungkap dugaan kondisi atau pelanggaran yang terjadi dalam penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut.

Sejarah Indonesia sendiri mencatat bahwa penggunaan hak angket dalam Pemilu cukup panjang dan penuh lika-liku. Hak angket telah diakui sejak era pemerintahan Hindia Belanda, yang tercantum dalam Regeringsreglement (1854) dan Indische Staatsregeling (1927). Pada masa awal kemerdekaan, hak angket diadopsi dalam UUD 1945 dan UU No. 1/1945 tentang Ketetapan MPR. 

Baca Juga :   Pernah Di-Endorse Jokowi, Mahfud MD Resmi Cawapres Ganjar

Penggunaan hak angket dalam konteks Pemilu sendiri pertama kali terjadi pada Pemilu 1955. Saat itu DPR membentuk Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh partai-partai tertentu. Namun, hasil penyelidikan Pansus rupanya tidak menemukan bukti kuat adanya kondisi yang mengindikasikan pelanggaran, sehingga tidak ada langkah lanjutan yang diambil.

Penggunaan hak angket ini hampir tidak terdengar di masa Orde Baru. Hal ini disebabkan oleh sistem politik yang otoriter dan minimnya ruang demokrasi. Barulah pada era Reformasi hak angket kembali digunakan dalam Pemilu.

Pada Pemilu 1999, DPR RI membentuk Pansus Hak Angket Pemilu untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dana kampanye dan disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU. Hasil penyelidikan Pansus ketika itu menemukan beberapa pelanggaran, namun tidak ada sanksi tegas yang diberikan.

Pada Pemilu 2004, DPR membentuk juga Pansus Hak Angket Pemilu untuk menyelidiki kebenaran kondisi dan manipulasi data dalam proses penghitungan suara. Sama halnya dengan yang terjadi pada 1999, hasil penyelidikan Pansus tidak menemukan bukti adanya pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif.

Baca Juga :   Rencana Hak Angket: Ramai-Ramai Dahulu, Adem Ayem Kemudian

DPR kembali membentuk Pansus Hak Angket untuk mengungkap dugaan hakikat dan inkonsistensi KPU dalam penyelenggaraan Pemilu 2009. Kali itu hasil penyelidikan Pansus merekomendasikan agar proses di KPU dihentikan, namun tidak ditindaklanjuti oleh MPR.

Artikel Terkait

Leave a Comment