samudrafakta.com

Pengacara Mas Bechi Ungkap 70 Kejanggalan, JPU Tetap Yakin dengan Dakwaan

Penasihat Hukum (PH) Mas Bechi, Gede Pasek Suardika, menunjukkan bukti dokumen SP3 terhadap kasus kliennya, setelah membacakan duplik, Senin (31/10/2022).(SF/Rizki)

SURABAYA | SAMUDRA FAKTA—Kasus dugaan pemerkosaan yang dilakukan oleh MSAT alias Mas Bechi, putra Kiai dari Jombang, memasuki sidang ke-28, Senin (31/10/2022). Agenda sidang adalah pembacaan duplik oleh Tim Penasihat Hukum (PH) terdakwa, untuk menanggapi replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan pada Senin (24/10/2022) pekan lalu. Dalam duplik tersebut, Tim PH Mas Bechi menjabarkan 70 kejanggalan yang mereka temukan selama proses kasus ini berjalan.

“Secara garis besar isi duplik hampir sama dengan pledooi. Lebih tipis, tetapi kami menjelaskan lebih detail kronologi kasus ini dari awal,” kata juru bicara Tim PH Mas Bechi, Gede Pasek Suardika, usai sidang di Ruang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (31/10/2022). Duplik terdiri dari 154 halaman, sementara pledooi 480 halaman.

Dalam dupliknya, advokat yang akrab disapa GPS itu menyoroti awal mula proses kasus ini. Dia menilai  proses tersebut sudah aneh sejak awal. Menurut GPS, pada 31 Oktober 2019 Polres Jombang sudah mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) terhadap kasus yang sama. Untuk membuktikan keterangannya, GPS menunjukkan bukti dokumen SP3 yang diterbitkan Polres Jombang pada 31 Oktober 2019.

Baca Juga :   Hasil Audit BPKP: Nilai Kerugian Korupsi di PT Timah Capai Rp300 Triliun

Kasus ini pertama kali dilaporkan oleh seorang mantan murid Shiddiqiyyah, Tsamrotul Ayu Masruroh, pada 23 Juli 2018. Ketika itu Tsamrotul—yang juga dihadirkan sebagai salah satu saksi persidangan oleh JPU—melaporkan kejadian pemerkosaan yang menurut dia dilakukan oleh Mas Bechi terhadap MNK, yang juga mantan murid Shiddiqiyyah. MNK inilah satu-satunya saksi korban yang tercantum dalam dakwaan.

Polres Jombang langsung memproses laporan tersebut. Setelah melakukan penyelidikan dan pemeriksaan saksi-saksi dan bukti-bukti selama kurang lebih 15 bulan, Polres Jombang memutuskan untuk mengadakan gelar perkara pada 21 Oktober 2019. Dari gelar itulah muncul kesimpulan bahwa Polres tidak menemukan tindak pidana sebagaimana yang dilaporkan oleh Tsamrotul. Maka dari itu, Polres Jombang menerbitkan SP3 atas laporan tersebut pada 31 Oktober 2019.

Dalam dokumen SP3-nya, Polres Jombang menerangkan bahwa mereka sudah menjalankan semua prosedur penanganan terhadap laporan kasus dugaan pemerkosaan atau pencabulan, termasuk mengantarkan MNK melakukan visum pada tahun 2018. Visum yang diterbitkan oleh RSUD Jombang itu menerangkan bahwa terjadi robekan “arah jam enam, sembilan sampai dasar selaput dara”.

Baca Juga :   USUT KTP GANDA JAKSA AGUNG, PECAT KAJATI JATIM

Sebagaimana keterangan ahli kedokteran forensik yang dihadirkan pada persidangan 26 September 2022, rupanya luka jenis itu bukan akibat paksaan, tetapi timbul karena adanya rangsangan. Keterangan ahli kedokteran forensik ini melemahkan dakwaan jaksa yang menyebut telah terjadi persetubuhan paksa pada diri korban.

Maka dari itulah Polres Jombang menyatakan tidak menemukan tindak pidana dan menerbitkan SP3 untuk laporan tersebut.

Akan tetapi, “Dua hari sebelum terbitnya SP3 terhadap laporan sebelumnya, MNK melaporkan kembali kasus yang sama pada 29 Oktober 2019. SP3 belum keluar, tetapi laporan kasus yang sama sudah masuk lebih dulu,” terang GPS.

Artikel Terkait

Leave a Comment