samudrafakta.com

Pancasila Digali di Kediri, Baru Disempurnakan di Ende

Ilustrasi lambang Sila Pertama Pancasila dan Presiden pertama RI, Sukarno. Sebuah tesis sejarah menyebut Pancasila digali di Kediri, Jawa Timur, lalu disempurnakan di Ende, NTT. FOTO: Ilustrasi Samudra Fakta
Ada tesis menarik disampaikan Ketua Harian Persada Sukarno Kushartono. Menurut dia, Pancasila digali di Kediri, bukan ketika Bung Karno diasingkan di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT)  pada 1934 – 1938—sebagaimana tercatat oleh sejarah arus utama negara ini.

Dalam buku Total Bung Karno: Serpihan Sejarah yang Tercecer, karya Roso Daras (2010), dikisahkan bahwa Bung Karno merenungkan dasar-dasar ideologi bagi bangsanya, Pancasila, ketika sedang di bawah pohon sukun bercabang lima yang berada tak jauh dari rumah pengasingannya di Ende. Pohon itu berjarak sekitar 700 meter dari rumah Bung Karno–yang lokasinya kini di tepi Lapangan Perse Ende.

Namun, pohon sukun yang dicatat sebagai saksi sejarah itu sudah mati pada 1970-an. Pemerintah setempat menggantinya dengan anakan pohon yang sama di lokasi serupa. Pohon itu kini diberi nama “Pohon Pancasila”.

Sementara itu, di sisi lain, menurut Kushartono, Bung Karno tidak menggali Pancasila di Ende, namun di Ndalem Pojok, Kediri. Ada enam alasan yang dikemukakan Kushartono untuk menguatkan pendapatnya. Keenam alasan tersebut pernah ia sampaikan saat Haul Bung Karno ke-57, 21 Juni 2022, di Ndalem Pojok.

Baca Juga :   Memindai Sejarah Melalui Ramalan Nostradamus
Kushartono di Ndalem Pojok. (Dok. Samudra Fakta)

Alasan pertama, menurut Kushartono, berdasarkan Pidato setebal 30 halamanan lebih yang disampaikan Sukarno pada tanggal 1 Juni 1945, jelas dikatakan Pancasila mulai digali sejak tahun 1918—atau ketika usianya sekitar 17 tahun.

Penggalian Pancasila itu mengalami proses panjang–hingga berpuluh tahun, bukan hanya dalam rentang beberapa hari dan bulan–hingga kemungkinan akhirnya disempurnakan di Ende. Bisa jadi hanya momen finalisasi di Ende itulah yang dicatat oleh sejarah.

Dalam pidatonya  pada 1 Juni 1945, Bung Karno berkata: “Inilah salah satu dasar pikiran yang nanti akan saya kupas lagi. Maka, yang selalu mendengung di dalam saya punya jiwa, bukan saja di dalam beberapa hari di dalam sidang Dokurutu Zyunbi Tyoosakai ini, akan tetapi sejak tahun 1918, 25 tahun yang lebih, ialah: Dasar pertama, yang baik dijadikan dasar buat negara Indonesia, ialah dasar kebangsaan…”.

Menurut pakar Aliansi Kebangsaan Yudi Latif, pernyataan Bung Karno tersebut menjelaskan bahwa Pancasila merupakan hasil suatu proses penggalian penemuan diri sejarah yang merentang panjang, mulai dari periode pembibitan, perumusan, hingga pengesahan.

Baca Juga :   Kompetisi Politik Dimulai, Hati-Hati Hoaks!

Alasan kedua terkait lokasi sejarah yang berhubungan dengan pernyataan Bung Karno–yang menyebut Pancasila digali sejak tahun 1918. Pada tahun itu Sukarno belum diasingkan ke Ende.

Bung Karno diasingkan di Ende per tanggal 14 Januari 1934 sampai 18 Oktober 1938. Pada 28 Desember 1933, Gubernur Jenderal Pemerintah Kolonial Hindia Belanda De Jonge mengeluarkan surat keputusan pengasingan Sukarno—saat itu 32 tahun—ke Ende. Sukarno diasingkan karena kegiatan politiknya dinilai membahayakan oleh Pemerintah Hindia Belanda. 

Artikel Terkait

Leave a Comment