samudrafakta.com

Menelusuri Jejak Pasukan Diponegoro di Utara Sungai Brantas, Jombang

Ilustrasi Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa. Sisa-sisa pasukannya diyakini bertahan dan menyebarkan semangat cinta tanah air di seluruh Indonesia, salah satunya di wilayah Ploso, Jombang, Jawa Timur. FOTO: Kemendikbud

Setelah Kiai Sanusi wafat, para santrinya dari Tulungagung mencari keberadaannya. Mereka mencarinya hingga sampai ke tempat Kiai Zamrozi. Oleh Kiai Zamrozi, para santri dari Tulungagung itu diberitahu bahwa Kiai Sanusi telah meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Kauman Sekaru. Tepatnya di komplek pemakaman Kauman Jaziima, Kabuh, Jombang.

Banyak sekali santri Kiai Sanusi dari Tulungagung yang berziarah. Lama-lama Pemerintah Belanda pun tahu bahwa makam yang dikunjungi masyarakat Tulungagung tersebut adalah makam Kiai Sanusi. yang memimpin pemberontakan di Tulungagung.

Walhasil, Belanda pun melarang masyarakat mengunjungi Makam Kiai Sanusi, hingga jalan menuju Makam Kiai Ahmad Sanusi dipenuhi duri dan batu. Belanda pun juga tahu jika Kiai Zamrozi masih saudara dari Kiai Sanusi. Pesantren Jatirowo pun ikut digeledah dan selanjutnya ditetapkan berada di bawah pengawasan Pemerintah Belanda.

Dalam skripsi berjudul Kiai Ahmad Sanusi Abdul Ghofar: Awal Mula Penyebaran Tarekat Syattariyah di Desa Kauman, Kab. Jombang (UIN SATU Tulungagung, 2022), Leni Nur Vadillah menulis bahwa Kiai Ahmad Sanusi Abdul Ghofar menjabat sebagai Pengawal Diponegoro.

Baca Juga :   Sidik

Kiai Sanusi juga menyebarkan ajaran Tarikat Syattariyah di Desa Kauman, Kabupaten Jombang. Tarekat yang diajarkan Kiai Sanusi ini mulanya untuk melawan Belanda di masa Kolonial, dengan harapan berjihad di jalan Allah.

Tarikat Syattariyah adalah satu dari sekian banyak tarikat yang berkembang di Indonesia. Tarekat ini didirikan oleh Syah Abd-Allah al-Syattar (w.890 H/1485 M) dari India. Masuk ke Indonesia dibawa oleh Syaikh Abdurrauf bin Ali al-Jawi al-Sinkili (1024-1105 H/1615-1693 M). Ia adalah seorang Ulama ahli hukum Islam (fiqih) sekaligus ahli tasawuf yang bermukim di Kerajaaan Islam Aceh pada sekitar Abad 17. Di sana Ia menjadi seorang Qadi (hakim Islam) pada zaman pemerintahan Sultanah Safiyatuddin (1645-1675). Syekh Abdul Muhyi Pamijahan diyakini sebagai pembawa tarekat Syattariyah yang pertama ke pulau Jawa.

Menurut hasil penelitian Oman Fathurrahman, filolog UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terhadap naskah Jav. 69 (Silsilah Syattariyah) dari koleksi Colin Mackenzie di British Library, London, Ratu Ageng, nenek buyut Pangeran Diponegoro, juga merupakan penganut Tarikat Syattariyah. Ratu Ageng kemudian menurunkan amalan itu kepada cucunya, yaitu Pangeran Diponegoro. Tarikat ini pun diduga kuat juga diamalkan para prajurit Diponegoro—termasuk Kiai Sanusi.*

Baca Juga :   TNI Beri Dukungan Konkret untuk Mempercepat Pembangunan Pesantren Jatidiri Bangsa

 

Artikel Terkait

Leave a Comment