Generasi muda Petra Christian University (PCU) di Surabaya merayakan Sumpah Pemuda dengan cara unik—menggabungkan kecerdasan buatan (AI) dan warisan budaya batik dalam pameran “Batik AI Future Code”.
Semangat Sumpah Pemuda dan kecintaan pada budaya batik diwujudkan secara kreatif oleh mahasiswa Petra Christian University (PCU) Surabaya. Mereka menciptakan motif batik kontemporer berbasis kecerdasan buatan (AI) dalam acara bertajuk “Sumpah Pemuda: Refleksi Cinta Tanah Air Melalui Batik AI Future Code” di Perpustakaan PCU.
Kegiatan ini menjadi bagian dari pameran bulanan bertema “Memetik Pucuk Batik” yang berlangsung sepanjang Oktober 2025. Kepala Perpustakaan PCU, Dian Wulandari, menjelaskan bahwa kegiatan ini adalah cara kampus mempertemukan tradisi dan teknologi dalam satu ruang kreatif.
“Kami mendefinisikan kegiatan ‘Batik AI Future Code’ sebagai jembatan antara masa lalu dan masa depan. Generasi muda menggunakan AI untuk menciptakan motif yang relevan, melambangkan bagaimana warisan budaya dapat tumbuh di era digital,” ujar Dian, Selasa (28/10).
Menurut Dian, perpustakaan kini bukan lagi sekadar tempat menyimpan buku, tapi ruang belajar aktif yang hidup.
“Konsep GLAM—Gallery, Library, Archive, Museum—kami terapkan agar masyarakat bisa berinteraksi dengan budaya melalui teknologi,” imbuhnya.
Sementara itu, dosen Desain Komunikasi Visual PCU sekaligus inisiator kegiatan, Dr. Aniendya Christianna, menyebut kegiatan ini sebagai kolaborasi lintas disiplin antara dosen dan mahasiswa.
“Batik bukan hanya kain, tapi identitas bangsa. Melalui AI, mahasiswa bisa bereksperimen menciptakan motif baru yang menggambarkan semangat Sumpah Pemuda tanpa meninggalkan akar budaya kita,” jelasnya.
Dalam sesi praktik, mahasiswa ditantang membuat motif batik digital dengan bantuan prompt AI, mengambil inspirasi dari nilai-nilai nasionalisme seperti Pancasila, Bendera Merah Putih, hingga tokoh pahlawan nasional.
“Kami ingin generasi muda mengenang jasa pahlawan dengan cara kreatif dan relevan dengan zaman mereka. AI hanya alat, tapi nilai budaya tetap jadi jiwanya,” tambah Aniendya.
Selain sesi pembuatan batik digital, pengunjung juga menikmati pameran dua wajah batik unik: Batik Dolly dan Batik Belanda.
Batik Dolly tampil berani dengan warna ungu dan motif urban—simbol perubahan serta pemberdayaan. Sedangkan Batik Belanda menggambarkan kisah shared heritage Indonesia-Belanda lewat figur tentara, kapal perang, dan dongeng klasik Eropa.
“Batik Belanda menunjukkan sisi lain sejarah kita. Ia bukan hanya kain, tapi medium refleksi budaya antarbangsa,” tutur Dian.
Melalui kegiatan ini, PCU ingin menegaskan bahwa kreativitas dan cinta tanah air bisa berjalan seiring dengan kemajuan teknologi.
“Semangat Sumpah Pemuda adalah bersatu dan berinovasi. Lewat batik berbasis AI, mahasiswa membuktikan bahwa warisan budaya bisa terus relevan di masa depan,” pungkas Dian.
Pameran ini terbuka untuk umum hingga akhir Oktober di Perpustakaan PCU. Pengunjung diajak datang mengenakan batik dan merayakan semangat kebangsaan dalam balutan kreativitas digital. ***





