samudrafakta.com

Kontroversi Kratom: Presiden Berencana Membudidayakannya, BNN Menganggapnya sebagai Ancaman

Seorang petani Kratom asal Kapuas Hulu sedang memetik daun Kratom. Presiden Jokowi berencana mengatur budidaya kratom, sementara Badan Narkotika Nasional menganggap tanaman ini sebagai ancaman. FOTO: Dok. ANTARA

“Pak Moeldoko kan melihatnya mungkin dari sisi ekonomi. BNN melihatnya dari (sisi) mengamankan masyarakat. Sekarang saja udah banyak yang kecanduan,” tutur Sulistyo.

Sulistyo mengatakan pemberitaan teranyar tentang kratom ini bisa memicu peningkatan minat terhadap tanaman kratom ini.

“Bisa jadi banyak langsung beli, langsung pakai. Kita enggak tahulah, Pak, bulan-bulan depan berikutnya. Apakah akan ada banjir pemakaian atau makin banyak orang yang direhab di tempat-tempat kita.”

Soal instruksi Presiden Jokowi usai rapat terbatas pada Kamis (20/6), Sulistyo mengatakan pihaknya tidak bisa berbicara banyak.

“Enggak bisa bilang kalau ekonomi. Agak berat kita bicara, karena menteri satu bicara ini, kan kita berbeda lagi,” katanya.

Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, menegaskan bahwa Kemenkes belum membuat regulasi mengenai kratom.

Pada 2019, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes) Kemenkes menerbitkan laporan “Kratom, Prospek Kesehatan dan Sosial Ekonomi” yang membahas tentang tumbuhan kratom termasuk kandungan, pemanfaatan dalam kesehatan; tinjauan aspek sosial dan ekonomi; regulasi dan pengaturan; serta prospek pemanfaatannya.

Baca Juga :   Ombudsman RI: Menkes dan BPOM Tidak Kompeten

“Dengan harapan dapat menjadi pertimbangan dalam pengaturan kratom di Indonesia,” tutur Nadia, Jumat (21/6).

“Tapi kita sendiri kan bukan unit yang menggolongkan suatu zat itu psikotropika atau narkotika. Jadi, Kemenkes sendiri belum ada regulasinya,” jelasnya.

Meski begitu, Nadia menjelaskan bahwa Kementerian Kesehatan mengikuti early warning advisory (peringatan dini) yang dikeluarkan Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengenai apa saja zat yang digolongkan psikoaktif dalam kratom pada tahun 2013.

Nadia menyebut peringatan UNODC menjadi dasar WHO melakukan evaluasi terhadap kratom.

“Dikatakan (WHO) bahwa, dalam bentuk murni, (kratom) termasuk kandidat yang perlu dievaluasi terhadap dampak kesehatannya. Jadi, kratom itu sebenarnya suatu substansi yang baru yang memang harus dilakukan evaluasi pada 2013,” ungkap Nadia.

“Pada 2021, komite pakar WHO dalam bidang ketergantungan obat (CDD) sudah melakukan kajian kratom, dan di situ disimpulkan tidak ada cukup bukti untuk melakukan critical review lagi. Jadi, memang masih posisinya dikatakan bahwa kratom bukan termasuk zat yang digolong narkotika,” imbuhnya.

Baca Juga :   Segini Besar Tunjangan yang Diterima Jokowi dan Ma’ruf Amin setelah Pensiun Nanti

Meski demikian, Nadia tidak menampik bahwa Rapat Terbatas pada Kamis (20/6) juga menyebut ada orang-orang yang kecanduan terhadap kratom sebagaimana yang disampaikan BNN.

“Jadi, kita masih menunggu lagi sesuai dengan hasil rapat. Untuk melakukan kajian lebih lanjut sebelum memastikan atau menggolongkan kratom itu masuk ke dalam kelompok zat adiktif atau narkotika.”*

 

Artikel Terkait

Leave a Comment