Kolak, Menu Berbuka Puasa Ciptaan Wali Songo yang Sarat Filosofi

Ilustrasi kolak. (Canva)

Ramadhan dan kolak adalah dua hal yang akrab. Kolak sering menjadi bagian takjil atau menu berbuka puasa. Kolak yang rasanya manis sangat ideal untuk mendongkrak tenaga yang hilang karena seharian berpuasa.

Kolak sudah menjadi makanan favorit di saat berbuka puasa. Menjelang waktunya berbuka puasa, orang-orang berjualan kolak di pinggir jalan sangat mudah ditemukan. Tapi tak banyak yang tahu sejarah kolak dan filosofi atau maknanya yang sangat mendalam.

Dalam aspek syiar agama Islam, kolak bukan sekadar ragam kuliner. Dalam penciptaan makanan bersantan ini hingga penamaannya terkandung filosofi perihal misi penyebaran agama Islam. Syahdan, ketika masyarakat Jawa belum mengenal Islam dengan baik, para ulama atau penyebar Islam berembuk mencari cara sederhana agar masyarakat dapat memahami agama Islam.

“Cara sederhana yang dinilai mudah dipahami pada saat itu berhubungan dengan makanan,” kata Djawahir Muhammad, sejarawan Semarang, dikutip dari Liputan6.com,(9/6/2016).

Berbekal pemahaman antropologi dan sumber daya alam yang ada tersebut, diciptakanlah makanan berbahan lokal. Makanan itu berbahan baku pisang, kolang-kaling, durian, ubi jalar, ketela pohon, atau keladi yang dipadupadankan dengan bahan lain.

Bacaan Lainnya

Dalam bukunya yang berjudul Kalangwan: Sastra Jawa Kuno Selayang Pandang, Sejarawan Zoetmulder mengisahkan tentang Upacara Sraddha yang dilaksanakan untuk mengenang wafatnya Tribhuwana Tungga Dewi pada tahun 1352. Setelah agama Islam masuk ke tanah Jawa, upacara Sraddha tetap dilaksanakan, namun oleh Sunan Kalijaga dikemas dalam nuansa Islami yang kemudian diadakan tiap bulan Ruwah. Pada tradisi tersebut ada beberapa makanan yang dianggap wajib ada, yaitu selain apem dan ketan, harus ada kolak.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *