samudrafakta.com

Gawat!  Indonesia Menjadi Negara Kedua ‘Pemakan’ Partikel Plastik Terbesar di Dunia

Ilustrasi mikroplastik. Indonesia disebut sebagai negara konsumen mikroplastik terbesar kedua di dunia. FOTO: Ilustrasi

Udara yang dihirup manusia pun mengandung mikroplastik. Penelitian di Prancis dan Turki menunjukkan, rata-rata udara di daerah tersebut mengandung 9,8 partikel per m³.

Kemudian, air keran dan makanan laut masing-masing mengandung 4,24 partikel per liter dan 1,48 partikel per gram. Gula juga mengandung mikroplastik sebanyak 0,44 per gram. Mikroplastik yang berada di garam tercatat sebanyak 0,11 per m³. Sementara, kandungan mikroplastik yang ada di madu sebanyak 0,1 partikel per gram.

Meski mikroplastik adalah segala sesuatu yang berukuran di bawah lima milimeter, nanoplastik didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran di bawah satu mikrometer, atau sepersejuta meter. Itu sangat kecil sehingga dapat melewati sistem pencernaan dan paru-paru, memasuki aliran darah secara langsung dan dari sana ke organ, termasuk otak dan hati.

Mikroplastik ternyata juga bisa merusak benda-benda arkeologi. Para ilmuwan di Inggris menemukan bukti bahwa mikroplastik mencemari sampel tanah arkeologi. Penemuan ini berpotensi mengubah cara pelestarian benda peninggalan sejarah. Partikel kecil mikroplastik ditemukan tujuh meter di bawah tanah dalam sampel yang berasal dari abad pertama atau awal abad kedua.

Baca Juga :   Ternyata 6 Negara Ini Pernah Jadi Bagian dari Indonesia

Benda peninggalan sejarah itu pertama kali digali pada 1980-an, lapor Euronews, dikutip 29 Maret 2024. “Hal ini terasa seperti sebuah momen penting yang menegaskan apa yang seharusnya kita perkirakan,” kata Profesor John Schofield dari Departemen Arkeologi Universitas York.

Ia melanjutkan, “Apa yang sebelumnya dianggap sebagai simpanan arkeologi murni, siap untuk diselidiki, ternyata terkontaminasi sampah plastik, dan ini termasuk simpanan yang diambil sampelnya dan disimpan pada akhir tahun 1980-an.”

“Kami menganggap mikroplastik sebagai fenomena yang sangat modern karena kami baru mendengarnya selama 20 tahun terakhir,” kata kepala eksekutif York Archaeology, David Jennings.

Namun, Jennings menambahkan, penelitian pada 2004 mengungkap bahwa hal ini sudah lazim terjadi di laut kita sejak tahun 1960-an akibat ledakan polusi plastik pasca-Perang Dunia II. “Studi baru ini menunjukkan bahwa partikel-partikel tersebut telah menyusup ke dalam endapan arkeologi,” sebutnya.

Artikel Terkait

Leave a Comment