Negara “Serba Ndak Tahu”

Ilustrasi. - Samudrafakta
Menteri tak tahu main domino dengan eks tersangka, Ketua PBNU tak tahu sudah mengundang pro-zionis, mantan presiden pun sering bilang “ya ndak tahu”. Lalu siapa yang tahu?

__Editorial

Di negeri ini, “tidak tahu” sudah menjelma jadi jurus sakti. Dari menteri sampai ketua ormas, dari pejabat hingga presiden, jawaban pamungkasnya selalu sama: tidak tahu.

Pertanyaannya: kalau hal-hal sepele saja mereka tidak tahu, bagaimana mungkin mereka tahu ke mana arah negara ini? Maka pantaslah kalau negeri terasa ugal-ugalan: jalan tanpa peta, kapal tanpa nakhoda.

Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni baru-baru ini mengaku tidak tahu bahwa lawan main dominonya, Azis Wellang, adalah eks tersangka pembalakan liar. Padahal, urusan hutan adalah jantung kementeriannya. 

Kalau tokoh kunci tidak tahu siapa yang pernah jadi musuh utama hutan, lalu siapa yang seharusnya tahu?

Bacaan Lainnya

Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, juga pernah mengaku tidak tahu soal latar belakang Peter Berkowitz—akademikus pro-zionis yang diundangnya. Sebuah kelalaian yang mencederai sejarah panjang NU sebagai garda pembela Palestina.

Fenomena ini bukan hal baru. Mantan Presiden RI ke-7, Joko Widodo, bahkan sempat terkenal dengan jawaban khasnya: “Ya ndak tahu, kok nanya saya.” Kalimat ini begitu sering terlontar saat beliau ditanya isu krusial—mulai dari kasus hukum, isu politik, hingga kontroversi kebijakan.

Ucapan itu awalnya mungkin terdengar ringan, bahkan jenaka. Namun jika dipikir ulang, ia menjadi simbol budaya politik kita: pemimpin merasa aman dengan ketidaktahuan, atau pura-pura tidak tahu demi cuci tangan.

Budaya “Tidak Tahu” Sebagai Sistem

Dari domino, forum internasional, hingga Istana, “tidak tahu” sudah jadi gaya kepemimpinan. Ia bukan sekadar ekspresi pribadi, melainkan bagian dari sistem politik yang membiarkan elite melarikan diri dari tanggung jawab.

Begitu masalah muncul, tinggal lempar kalimat: “Saya tidak tahu.” Selesai. Rakyat pun harus menerima, seolah itu jawaban sahih.

Lalu Siapa yang Tahu?

Kalau menteri tidak tahu, ketua ormas tidak tahu, bahkan presiden pun sering bilang tidak tahu—lalu siapa yang tahu arah negeri ini? Bagaimana bisa menyusun visi jangka panjang kalau urusan jangka pendek saja gelap?

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *