Kebijakan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menahan kenaikan cukai hasil tembakau 2026 bukan bentuk keberpihakan pada industri, melainkan langkah rasional untuk menjaga keseimbangan ekonomi nasional di tengah ancaman pelemahan daya beli dan potensi jutaan PHK.
Editorial
Keputusan Menkeu tak menaikkan cukai hasil tembakau tahun depan memantik perdebatan. Sebagian menuding pemerintah “lunak” terhadap industri rokok, sementara yang lain melihatnya sebagai langkah strategis yang penuh perhitungan.
Namun, bila dibedah lebih dalam, keputusan Purbaya bukan soal keberpihakan, melainkan tentang prioritas: menjaga stabilitas ekonomi dan melindungi jutaan pekerja di tengah ketidakpastian global.
Industri Padat Karya yang Menopang Daerah
Industri hasil tembakau bukan sekadar soal produksi rokok. Di baliknya, ada lebih dari 6 juta tenaga kerja yang bergantung pada ekosistem ini—mulai dari petani tembakau, buruh linting, distribusi, hingga pedagang eceran. Di banyak daerah, seperti Kudus, Temanggung, dan Malang, rokok bukan hanya komoditas—ia adalah denyut ekonomi lokal.
Setiap kenaikan cukai berarti ancaman terhadap keberlangsungan usaha kecil dan menengah yang bergantung pada harga stabil. Purbaya memahami hal itu: fiskal yang bijak bukan hanya yang menambah pendapatan negara, tetapi yang menjaga lapangan kerja tetap bernapas.
Kenaikan yang terlalu agresif bukan hanya menggerus permintaan, tetapi juga membuka ruang bagi rokok ilegal—musuh nyata yang merugikan negara tanpa memberikan manfaat ekonomi sama sekali. Dengan menahan tarif, pemerintah memberi waktu untuk memperkuat sistem penegakan hukum dan menutup celah peredaran gelap.
Keseimbangan antara Kesehatan dan Keberlanjutan Ekonomi
Banyak pihak menilai keputusan ini bertentangan dengan misi kesehatan publik. Padahal, Purbaya tidak menutup mata terhadap aspek itu. Pemerintah tetap mendorong edukasi, pengawasan iklan, dan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH-CHT) untuk program kesehatan.
Namun realitasnya, perekonomian tak bisa dibangun di atas idealisme tunggal. Negara memerlukan keseimbangan antara kesehatan dan keberlanjutan ekonomi. Jika tarif dinaikkan tanpa kalkulasi, efek domino terhadap pendapatan daerah, tenaga kerja, dan industri pendukung bisa jauh lebih destruktif daripada manfaat kesehatan yang ingin dicapai dalam jangka pendek.
Fiskal yang Berpihak pada Produktivitas
Kebijakan fiskal yang matang tak selalu identik dengan pengetatan. Dalam konteks ekonomi nasional, kadang menahan diri justru menjadi bentuk keberanian. Purbaya memilih fokus pada pengawasan rokok ilegal, optimalisasi penerimaan dari segmen eksisting, dan efisiensi pengelolaan cukai daripada sekadar mengejar angka kenaikan.
Pendekatan ini menandai pergeseran paradigma: dari kebijakan yang bersifat represif menjadi kebijakan yang adaptif. Pemerintah tidak sedang tunduk pada industri, melainkan mengajak industri untuk tumbuh bersama, sehat, dan terkendali.
Stabilitas Nasional di Tengah Krisis Global
Dunia tengah menghadapi perlambatan ekonomi global, penurunan harga komoditas, dan tekanan inflasi. Dalam situasi seperti ini, langkah menahan kenaikan cukai justru memberi ruang bernapas bagi pelaku ekonomi kecil yang beroperasi di sektor konsumsi domestik.
Industri rokok selama ini terbukti menjadi salah satu penyangga fiskal terbesar, menyumbang lebih dari Rp200 triliun setiap tahun ke kas negara. Mengguncang sektor sebesar itu tanpa mitigasi sosial hanya akan memperlebar luka ekonomi yang sudah ada.
Keputusan Purbaya Yudhi Sadewa bukan keberpihakan membabi buta kepada industri, melainkan ekspresi rasional dari kebijakan fiskal yang memahami realitas sosial-ekonomi bangsa. Negara tidak sedang “melindungi pabrik rokok”, tetapi sedang menjaga agar rantai ekonomi yang memberi makan jutaan keluarga tetap utuh di tengah badai global.
Kesehatan publik penting, tetapi tidak bisa diperjuangkan dengan mengorbankan kesejahteraan rakyat yang bergantung pada sektor riil. Dalam konteks ini, keberanian terbesar justru bukan menaikkan tarif—melainkan menahan diri di saat semua orang ingin terlihat tegas.***