samudrafakta.com

Politik Islam (3): Pluralisme dan Toleransi adalah Hal Penting

Ilustrasi pluralisme. Fakta ini sangat dihargai dalam politik sesuai ajaran Islam. FOTO: Canva
YOGYAKARTA—Pluralisme dan toleransi dalam politik Islam telah dicontohkah oleh para sahabat Nabi Muhammad Saw. dan Tabi’in. Jejak perjuangan dan kata-kata prinsipil mereka tertulis dengan jelas dalam kitab-kitab.

Salah satunya bisa terlihat dari sikap politik seorang sahabat Nabi bernama Abu Musa Abdullah bin Qais bin Sulaim Al-Asy’ari (602-665), kelahiran Zabid, Yaman. Ia berkali-kali menjabat gubernur, baik di Basrah dan Kuffah, sepanjang masa Khalafaurrasyidin.

Profil Abu Musa Al-Asy’ari ini digambarkan oleh Ibnu Qutaibah Al-Dinawari (w. 276) dalam kitab Al-Imamah wa Al-Siyasah. Ketika Ali bin Abi Thalib ra. naik tahta, dan banyak kubu, termasuk Muawiyah bin Abi Sufyan, merasa tidak puas, umat Muslim terbelah menjadi banyak kelompok politik. Saat itulah seorang tokoh muslim moderat, pluralis, dan toleran tampil. Dia adalah Abu Musa Al-Asy’ari.

Abu Musa al-Asy’ari ini bergerak secara personal untuk menggiring massa agar tetap netral, tidak terlibat di dalam kubu mana pun. Di tengah ricuh politik, netralitas adalah pilihan yang terbaik.

Abu Musa Al-Asy’ari naik ke atas mimbar, ia berkhotbah: “Wahai, umat Muslim, para sahabat Nabi, yang selalu membersamai beliau dalam banyak kesempatan adalah orang-orang yang paling mengerti tentang Allah dan Rasulullah, dibandingkan orang-orang yang belum sempat membersamai Nabi. Aku bertanggung jawab memberi tahu kalian semua bahwa di tengah riuh fitnah yang sedang terjadi, orang yang tidur lebih mulia dari orang yang terjaga, orang yang duduk lebih mulai dari pada orang yang berdiri, orang yang berdiri lebih mulia dari pada orang yang berjalan, orang yang berjalan lebih mulia dari pada orang yang berkendara. Sarungkanlah pedang kalian hingga fitnah ini berlalu.”

Baca Juga :   Politik Islam (4): Tripartit Ulama, Pemimpin, dan Rakyat untuk Mewujudkan Keadilan

Namun, setelah khotbah Abu Musa al-Asy’ari selesai, tampillah ‘Ammar bin Yasir yang berusaha mengeliminir pandangan Abu Musa. ‘Ammar mengatakan: “Wahai umat muslim, Abu Musa telah melarang kalian terlibat ke salah satu dari dua kubu ini. Demi usiaku, apa yang dikatakannya tidaklah benar, Allah tidak akan meridhai siapa pun yang mengikuti pendapatnya. Sebab, Allah Swt. telah berfirman: ‘Jika ada dua golongan orang-orang mukmin bertikai, damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya berbuat aniaya terhadap (golongan) yang lain, perangilah (golongan) yang berbuat aniaya itu, sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah. Jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), damaikanlah keduanya dengan adil. Bersikaplah adil! Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bersikap adil’ (Qs. Al-Hujurat: 9).”

Artikel Terkait

Leave a Comment