samudrafakta.com

Perubahan Iklim Sebabkan DBD Meningkat, Benarkah?

Ilustrasi nyamuk aedes aegepty. FOTO: Canva
JAKARTA—Pada bulan April lalu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menyebut bahwa perubahan iklim menjadi salah satu penyebab meningkatnya kasus demam berdarah dengue (DBD). Benarkah?

“Perubahan iklim tak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena membuat kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan. Sebagai contoh, kekeringan,” kata Imran, dalam Arbovirus Summit di Bali, pada 22 April 2024 lalu. 

Pernyataan Imran didokumentasikan di kanal YouTube Kemenkes RI pada jam ke-5 menit ke-58. Imran menggambarkan, ketika desa diterpa kekeringan, maka masyarakat pindah ke kota. Kemudian, kota akan semakin padat dan dapat membuat kasus semakin naik. 

Lantas, benarkah pernyataan tersebut? Mari kita cek. 

Berdasarkan informasi di jurnal kesehatan The Lancet, meningkatnya suhu global antara tahun 1950 sampai 2018 turut meningkatkan kesesuaian iklim untuk penularan virus dengue oleh vektor nyamuk Aedes aegypti. Peneliti kesehatan publik Universitas Airlangga, Ilham Akhsanu Ridlo juga pernah menyampaikan, ketika suhu terus meningkat, lebih banyak daerah akan menjadi tempat yang layak huni bagi nyamuk. Dengan demikian, peningkatan suhu juga memperluas jangkauan geografis penularan demam berdarah. 

Baca Juga :   Wow, Menurut Para Ilmuan, Virus Ini Bisa Menanggulangi Perubahan Iklim!

Sementara itu, perubahan iklim berupa peningkatan curah hujan, banjir, dan perubahan pola musim juga dapat meningkatkan populasi nyamuk dan penularan demam berdarah. Hal ini terbukti dalam studi yang dilakukan di Argentina. 

Studi tersebut menunjukkan korelasi yang jelas antara tren positif dalam suhu dan keberadaan serta peningkatan kasus DBD. Studi memaparkan jumlah hari dan bulan dengan suhu optimal untuk penularan demam berdarah yang meningkat dari waktu ke waktu. 

Sementara di Indonesia, studi ekologi spasial di Sumatera dan Kalimantan pada 2006-2016 menunjukkan bahwa kejadian DBD sangat bersifat musiman dan terkait dengan faktor iklim dan deforestasi. 

Artikel Terkait

Leave a Comment