samudrafakta.com

Mengunjungi Sejarah di Balik Kemegahan Gedung Agung Yogyakarta

YOGYAKARTA—Istana Yogyakarta, atau terkenal dengan nama Gedung Agung, merupakan bagian perjalanan panjang sejarah bangsa Indonesia di daerah istimewa tersebut. Menelusuri gedung untuk ‘membaca’ sejarah yang ‘terekam’ oleh tembok-temboknya seperti menjadi pilihan wisata edukasi yang tepat akhir tahun ini.

Gedung Agung berdiri di atas lahan seluas 43.585 meter persegi. Dia dibangun oleh Residen Yogyakarta ke-18, Anthonie Hendriks Smissaert, dan digunakan sebagai gedung residen. Arsitektur dedung ini disesuaikan dengan gaya Eropa yang adaptif terhadap iklim tropis. Proses pengerjaannya berlangsung selama 6 tahun. 

Letak gedung ini sangat strategis, berada di sisi jalan poros sumbu filosofis Yogyakarta dan berhadap-hadapan dengan loji besar Benteng Vredeburg.

Pada masa Hindia Belanda, gedung ini dikenal dengan nama Loji Kebun. Nama itu untuk menggambarkan nuansa bangunan, di mana pada bagian halaman depan dan belakangnya penuh dengan hamparan rumput dan juga pertamanan.

Gedung Agung pernah mengalami kerusakan setelah gempa tektonik menggoyang Yogyakarta pada 10 Juni 1867. Residen A.J.P Hubert Desire Bosch melakukan rehabilitas terhadap bangunan ini pada 1869.

Baca Juga :   DIY dan Google Bekerja Sama untuk Mempermudah Kegiatan Belajar Mengajar 

Status kantor residen itu kemudian meningkat menjadi gubernuran pada 19 Desember 1927, setelah Yogyakarta ditetapkan menjadi setingkat provinsi. Nah, setelah ditetapkan sebagai gubernuran, banyak peristiwa bersejarah yang terjadi di gedung ini.

Misalnya, adanya peristiwa saling kunjung antara Gubernur dengan Sri Sultan yang dilakukan setiap tahun. Gubernur Belanda melaksanakan kunjungan ke keraton setiap ada upacara Pisowanan Garebeg.

Ada juga momen ketika Pemerintah Hindia Belanda menjalin kontrak politik dengan calon sultan yang akan bertahta. Kontrak politik yang memakan waktu lama adalah antara G.R.M. Dorojatun atau Hamengku Buwono (HB) IX dengan Gubernur Belanda Lucien Adam pada tahun 1940.

Pada masa pemerintah Jepang, gedung ini sempat digunakan untuk kediaman penguasa Jepang di Yogyakarta, Koochi Zimmukyoko Tyookan. Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII pernah mengadakan kunjungan persahabatan kepada para pejabat Jepang itu.

Peristiwa penting lainnya adalah penurunan bendera Hinomaru Jepang dari Gedung Tyookan atau Cokan Kantai—nama Gedung Agung ketika di masa pendudukan Jepang—pada 21 September 1945. Insiden itu merupakan upaya penggantian bendera Hinomura Jepang dengan Merah Putih.

Baca Juga :   Asyik, Lima Tempat Wisata Yogyakarta Ini Bisa Diakses dengan KRL!

Pada awal kemerdekaan, bangunan ini digunakan sebagai kantor Komite Nasional Indonesia (KNI). Ketika ibu kota Republik Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta, gedung ini berfungsi sebagai Istana Negara.

Presiden Sukarno menggunakan Gedung Agung ini untuk kantor sekaligus rumah kediaman keluarga. Salah satu putrinya, yakni Megawati Soekarnoputri, lahir di istana tersebut.

Itulah, menjelahahi Gedung Agung Yogyakarta bukan hanya menjelahi bangunan ruang, tetapi juga menjelajahi waktu.*

Artikel Terkait

Leave a Comment