samudrafakta.com

Menelusuri Jejak Pasukan Diponegoro di Utara Sungai Brantas, Jombang

Ilustrasi Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa. Sisa-sisa pasukannya diyakini bertahan dan menyebarkan semangat cinta tanah air di seluruh Indonesia, salah satunya di wilayah Ploso, Jombang, Jawa Timur. FOTO: Kemendikbud
Kiai Ahmad Syuhada, Pesantren Kedungturi

Kiai Ahmad Syuhada mendirikan Pesantren Kedungturi di desa yang kini dikenal sebagai Losari, di Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang. Kehadiran prajurit Diponegoro ini memberikan perubahan ke arah positif bagi warga Ploso.

Salah satu hal positif yang patut dikenang adalah pemberian nama “Ploso” untuk daerah tersebut. Nama Ploso diambil dari sebuah tumbuhan yang daunnya memiliki kesamaan dengan daun pohon jati.

Pohon ini, konon, awalnya merupakan tongkat kayu yang biasa dipakai oleh Kiai Ahmad Syuhada, yang kemudian dijadikan sebagai penanda waktu awal “babat alas” atau membenahi daerah tersebut. Tongkat kayu tersebut ditancapkan di suatu tempat yang dulu merupakan depan kantor kawedanan, dan sekarang dikenal dengan Pasar Ploso. Sejak ditancapkan oleh Kiai Syuhada, kayu tersebut tumbuh membesar hingga menjadi pohon Ploso.

Dikutip dari buku Sejarah Thoriqoh Shiddiqiyyah: Fase Pertama Kelahiran Kembali Nama Thoriqoh Shiddiqiyyah, terbitan Organisasi Shiddiqiyyah (2015), Kiai Achmad Syuhada berasal dari Kadilangu, Demak. Menurut buku tersebut, Kiai Syuhada merupakan putra dari Kiai Mojo atau Syekh Abdul Mutholib bin Syekh Nurul Iman bin Syekh Ahmad al Mahali bin Syekh Ahmad al Jamali bin Syekh Akbar al Maghribi bin Syekh Ja’far al Hadlromi.

Baca Juga :   KH. Bisri Syansuri (1): Ulama Tegas namun Tawaduk, Tandem KH. Wahab Memimpin NU

Sementara itu, dalam buku Tarekat Shiddiqiyah di Indonesia: Studi Tentang Ajaran dan Penyebarannya di Indonesia (Disertasi Uin Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2008) karya Syahrul Adam, sertifikat Kadilangu yang memegang adalah Kiai Ahmad Syuhada’. Dia disebut sebagai cucu Sunan Kalijaga.

Kiai ahmad Syuhada’ juga disebut masih merupakan keturunan Adipati Wilwatikta Tuban, yaitu Raden Syahur, suami dari putri Brawijaya V. Raden Syahur sendiri tercatat masih keturunan Ibnu Abbas, paman Nabi Muhammad Saw.

Kiai Syuhada’ adalah salah seorang prajurit Pangeran Diponegoro yang hijrah ke Jawa Timur bersama saudara-saudaranya. Tujuan pertama mereka adalah sebuah desa yang kini dikenal dengan nama Desa Semen, Kecamatan Terung, Kabupaten Sidoarjo. Kiai Syuhada sementara tinggal di desa itu bersama saudara-saudaranya yaitu Mujjarot (kakak), Amudah (kakak perempuan), Abdulloh (adik), dan Hasan Rozak atau Kasan Rejo (adik).

Selanjutnya, lima bersaudara itu berpencar. Amudah disebut hijrah ke Trosobo Kabupaten Sidoarjo; Mujjarot hijrah ke Desa Ngepoh, Kabupaten Sidoarjo; Hasan Rozak atau Kasan Rejo menuju Desa Mejoyo, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang; sementara Kiai Syuhada bersama Abdulloh menuju Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang.

Baca Juga :   Mengglorifikasi Cinta Tanah Air Tanpa Henti Meski Sering Dianggap Sepi

Di desa itu, mereka mendapatkan sebidang tanah rawa. Didasari niat yang kuat, Kiai Syuhada’ mengupayakan agar rawa itu bisa menjadi pekarangan. Dengan ketekunan, keuletan, serta susah payah berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, akhirnya usaha itu berhasil juga. Lalu dibangunlah rumah tinggal dan surau atau langgar, walau hanya merupakan bangunan sederhana.

Artikel Terkait

Leave a Comment