samudrafakta.com

Imsak adalah “Sirine” Kreativitas Ulama Nusantara, Tanda Cinta untuk Umat

Ilustrasi waktu fajar atau Subuh, sebagai penanda dimulainya puasa. Para ulama Nusantara mengkreasikan "sirine" peringatan menjelang Subuh bernama imsakiyah. (Canva)
Sebagian masyarakat Muslim di Indonesia memahami bahwa datangnya waktu imsak adalah awal dimulainya ibadah puasa, ketika segala kegiatan makan, minum, atau merokok bagi yang merokok harus disudahi hingga datangnya waktu Maghrib di sore hari. Benarkah?

Banyak orang yang berpikir, ketika sudah memasuki imsak, maka makanan yang ada di mulut sudah tidak boleh lagi ditelan dan harus dikeluarkan. Tetapi sebagian lainnya menganggap bahwa batas waktu sahur adalah saat azan Subuh berkumandang.

Jadi kapan sebenarnya batas makan sahur dan dimulainya puasa? Apakah benar saat sirene imsak berbunyi atau saat azan Subuh? Bagaimana fiqih Islam mengatur hal tersebut?

Sekadar informasi, pengumuman atau pemberitahuan waktu imsak hanya ada di Indonesia. Fenomena masjid-masjid dan mushala menyuarakan waktu imsak tak ditemui di negara mana pun, kecuali beberapa daerah di Indonesia. Inilah hasil kreativitas ulama kita, ulama Nusantara.

Adanya waktu imsak adalah bagian dari sikap khas para ulama yang “memperhatikan umat dengan perhatian kasih sayang”, atau dalam bahasa Arab sering disebut yandhuruunal ummah bi ‘ainir rahmah. Karena sayangnya ulama negeri ini kepada umat, mereka menetapkan waktu imsak demi lebih sempurnanya puasa Ramadhan yang dilakukan umat Islam di republik ini.

Baca Juga :   Dishub Surabaya Dirikan 5 Posko Aduan, Terima Keluhan Masyarakat Terkait Praktik Jukir selama Ramadhan dan Idul Fitri 2024

Untuk lebih jelasnya, mari kita simak pendapat beberapa ulama terkait dimulainya waktu puasa, yang diabadikan dalam beberapa buku atau kitab.

Menurut keterangan dalam buku Berpuasa Seperti Nabi oleh Endri Nugraha Laksana, ada beberapa ayat Al-Quran dan riwayat hadits yang menjelaskan imsak. Yang pertama adalah QS. Al-Baqarah: 187: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.” (QS. al-Baqarah: 187).

Sementara dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari diriwayatkan, Aisyah r.a. berkata: “Sesungguhnya Bilal azan pada waktu malam hari, maka Rasulullah Saw. bersabda, ‘Silakan kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum azan, sesungguhnya dia tidak azan kecuali setelah terbit fajar’.” (HR. al-Bukhari).

Dan dari Anas Bin Malik r.a., dari Zaid bin Tsabit berkata: “Kami pernah makan sahur bersama Nabi Saw., kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat.” Kemudian Anas bertanya pada Zaid: “Berapa lama jarak antara azan Subuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab: “Sekitar membaca 50 ayat.” (HR. Muslim).

Baca Juga :   Berburu Diskon Belanja di Surabaya Shopping Festival 2024

Jarak waktu 50 ayat antara berhenti sahur dan shalat Subuh inilah yang difahami sebagai waktu imsak, sehingga di dalam jadwal waktu shalat ada keterangan waktu imsak.

Sementara itu, Imam Al-Mawardi, dalam kitab Iqna’ , menjelaskan, “Waktu berpuasa adalah dari terbitnya fajar kedua sampai tenggelamnya matahari. Akan tetapi (akan lebih baik bila) orang yang berpuasa melakukan imsak (menghentikan makan dan minum) sedikit lebih awal sebelum terbitnya fajar dan menunda berbuka sejenak setelah tenggelamnya matahari, agar ia menyempurnakan imsak (menahan diri dari yang membatalkan puasa) di antara keduanya.” (Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Al-Iqnaa’, Teheran: Dar Ihsan, 1420 H, hal. 74).

Artikel Terkait

Leave a Comment