Gempa Muncul dari Laut Selatan Jawa, Hasil Penelitian ESDM: Tidak Berbahaya Tapi Tetap Siaga

Ilustrasi gempa bumi mengguncang selatann Jawa Barat, Selasa, 22 April 2025. Foto: Ilustrasi SF.
Getaran pelan merambat dari perut Samudera Hindia, Selasa, 22 April 2025. Pukul 17.14 WIB, bumi seolah menarik napas panjang di selatan Jawa Barat. Di Bandung, Sukabumi, hingga Cianjur, orang-orang terdiam sejenak—secangkir kopi diletakkan, langkah berhenti di tengah jalan. Guncangan itu tidak besar, tapi cukup untuk menghidupkan kembali ingatan tentang bahaya laten dari dasar laut: gempa megathrust dari laut selatan Jawa.

___________

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat gempa berkekuatan M5,3 yang berpusat 143 kilometer selatan Pelabuhan Ratu dengan kedalaman 36 kilometer. Sumber global seperti United States Geological Survey (USGS) dan GeoForschungsZentrum (GFZ) Jerman menyebut magnitudo masing-masing M5,7 dan M5,5. Kendati berbeda angka, ketiganya sepakat soal kedalaman gempa yang berkisar 35–48 kilometer.

Gempa ini bukan berasal dari zona subduksi, melainkan jenis intraplate earthquake, hasil penyesaran mendatar menganan dalam lempeng Indo-Australia. “Berdasarkan lokasi dan kedalaman pusat gempa bumi serta infomasi mekanisme fokal dari BMKG, maka kejadian ini merupakan gempa bumi akibat penyesaran di dalam lempeng Indo Australia (intraplate earthquake), dengan mekanisme sesar mendatar menganan yang berarah relatif barat baratdaya – timur timurlaut,” demikian keterangan resmi ESDM yang dirilis, Rabu, 23 April 2025. Arah sesarnya barat daya–timur laut (WSW–ENE), sebuah pola umum untuk aktivitas intralempeng di wilayah ini.

Namun di balik tenangnya gempa intraplate ini, ancaman megathrust tetap membayang. Dosen Geologi Universitas Diponegoro, Fahrudin, ST., MT., Ph.D, menyebut bahwa gempa megathrust adalah jenis gempa yang bersumber dari zona subduksi, di mana kerak samudera dan kerak benua bertemu. “Zona ini terletak di sepanjang selatan Pulau Jawa,” kata Fahrudin dikutip dari artikel berjudul “Gempa Megathrust: ”Warning” dari selatan Pulau Jawa” diunggah oleh laman Undip.

Bacaan Lainnya

Kekhawatiran soal megathrust sempat memuncak pada Agustus 2024. Kala itu, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mengeluarkan surat edaran agar masyarakat mewaspadai potensi gempa besar dari selatan Jawa. Surat ini dipicu oleh peringatan BMKG setelah gempa M7 mengguncang Kyushu, Jepang. Meski secara tektonik tidak berkaitan langsung, gempa di Jepang dan potensi gempa di Jawa sama-sama terjadi di zona subduksi.

Sejarah kegempaan mencatat dua gempa megathrust besar pernah mengguncang selatan Jawa: pada 2 Juni 1994 (M7,8) dan 17 Juli 2006 (M7,7). Keduanya memicu tsunami setinggi 8–15 meter dan merenggut hingga 800 korban jiwa.

“Gempa megathrust terjadi di zona shear—batas antar lempeng, biasanya di kedalaman kurang dari 15 kilometer,” tulis Fahrudin. Gempa seperti ini bisa menghasilkan tsunami besar, seperti gempa Aceh 2004 (M9,1) dan gempa Tohoku, Jepang tahun 2011 (M9,0) yang menimbulkan tsunami hingga 35 meter.

Jepang bahkan memantau tremor kecil secara harian di shear zone menggunakan sistem DONET (Dense Oceanfloor Network System for Earthquakes and Tsunamis). “Tremor bisa jadi indikator awal sebelum megathrust besar,” kata Fahrudin.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *