Bertahun-tahun rumahnya terendam banjir dan nyaris roboh. Kini, Sumar Sahid dan Supiyatun di Madiun punya rumah baru—buah gotong royong OPSHID yang jadi simbol ketabahan dan rasa syukur.
Rumah reyot berdinding rapuh milik Sumar Sahid (60) dan istrinya Supiyatun (55) di Dukuh Glonggong, Desa Tempursari, Kecamatan Wungu, kini berganti wajah. Bangunan yang dulu miring dan sering terendam banjir itu dibongkar, diganti Rumah Syukur Layak Huni Shiddiqiyyah Fatchan Mubina hasil gotong royong OPSHID Madiun.
“Alhamdulillah, mungkin doa-doa kami dijabah Allah. Lewat OPSHID kami dapat bantuan rumah,” ujar Sumar haru.
Pondasi rumah baru dibikin setinggi satu meter, untuk menyesuaikan kondisi tanah yang rawan banjir. “Biasanya rumah itu tenggelam, jadi kami naikkan pondasinya,” kata Pujiantoro, penanggung jawab proyek.
Rumah berukuran 5×7 meter itu ditargetkan rampung sebelum Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2025. “Matur suwon yang sebesar-besarnya atas bantuan Pemuda Shiddiqiyyah,” kata Sumar bersyukur.

Tetap Tegar di Tengah Keterbatasan
Sehari-hari, Sumar beternak lele. Karena tak mampu membeli pakan, ia memanfaatkan ayam mati mendadak (tiren) dari warga sekitar. Meski sakit pasca-patah tulang dan istrinya menderita sakit lutut, keduanya tetap semangat bekerja dan bersyukur.
“Yang penting anak-anak bisa sekolah, itu saja sudah cukup,” ujarnya. Kini, Rumah Syukur berdiri sebagai bukti bahwa ketulusan dan rasa syukur selalu menemukan jalannya.***