samudrafakta.com

Ancaman Krisis Ekologi Akibat Aktivitas Tambang

Aktivitas pertambangan batu bara berpotensi besar merusak lingkungan. FOTO: Ilustrasi
SURABAYA–Holy Ichda Wahyuni, Dosen dan Pemerhati Lingkungan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menilai jika pertambangan memang peluang bagi tumbuhnya perekonomian suatu negara. Namun, di lain sisi, jika material oriented tidak dibarengi dengan ecology awareness, yang ada justru menjadi bom waktu yang dapat meledak kapan saja di masa yang akan datang, berupa dampak kerusakan lingkungan yang timbul.

Maka dari itu, menurut Holy, kebijakan Presiden Joko Widodo alias Jokowi mengizinkan pengelolaan usaha tambang kepada organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan sebaiknya diperdalam pengkajiannya. Sebab, menurut Holy, keberadaan ormas menjadi salah satu bagian penting dari check and balance pada kebijakan-kebijakan pemerintah.

“Maka peranan itu seyogyanya tetap bisa dijalankan secara profesional. Salah satunya yang tidak kalah penting adalah mengawal kebijakan yang berimbas pada lingkungan hidup. Sebab, kebijakan terhadap hak asasi lingkungan hidup sejauh ini masih belum optimal dalam pelaksanaannya,” ujar Holy, dikutip Rabu (19/6/2024).

Menurut Holy, sudah saatnya kebijakan-kebijakan yang berkaitan erat dengan kegiatan pertambangan, deforestasi alih fungsi lahan, dan kegaitan serupa di negara ini dialihkan dari antroposentris menjadi ekosentris.

Baca Juga :   Warga Kecewa PBNU Terima Konsesi Tambang karena Dinilai Tak Patuhi Hasil Bahtsul Masail

Kegiatan pertambangan membutuhkan kajian analisis dampak lingkungan mendalam dan kritis untuk memprediksi efek jangka panjang. “Kita pasti telah banyak mengetahui bagaimana dampak yang dihasilkan dari pertambangan seperti kerusakan lahan, yang akhirnya berimbas pada punahnya flora dan fauna,” kata Holy.

“Belum lagi efek pencemaran dari limbah yang dapat mencemari perairan di kawasan tambang. Serta yang tidak kalah berbahaya efek pencemaran udara yang bisa memicu timbulnya berbagai persoalan kesehatan,” imbuhnya.

Holy menambahkan, berdasarkan Energy Information Administration Amerika Serikat (AS), perlu diketahui bahwa beberapa limbah pertambangan batu bara dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun atau B3, antara lain fly ash (limbah debu) dan limbah bottom ash.

Sebenarnya, kata Holy, perkembangan riset di Indonesia sudah banyak berorientasi pada pencapaian SDGs. Di Indonesia banyak ilmuwan dan peneliti yang mengembangkan banyak produk energi ramah lingkungan.

“Dalam hemat saya, sebaiknya pemerintah lebih banyak mengarahkan dukungan pada pencapaian riset-riset tersebut. Mengawal mulai dari pelaksanaan hingga hilirisasi temuan-temuan energi ramah lingkungan agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Ini menjadi langka untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan,” tegasnya.♦

Baca Juga :   Tambang untuk Ormas: PBNU Aktif, PP Muhammadiyah Pilih Menunggu, Pengamat Sebut 'Bagi-Bagi Gula'

Artikel Terkait

Leave a Comment