Sumpah Pemuda lahir dari semangat para pemuda visioner yang datang dari berbagai penjuru Nusantara dan bersatu dalam cita-cita kemerdekaan.
Sumpah Pemuda bukan peristiwa yang muncul tiba-tiba. Ia lahir dari perjuangan panjang dan tekad kuat para pemuda yang ingin melihat Indonesia berdiri sebagai bangsa yang satu.
Kongres Pemuda I dan II menjadi titik balik sejarah, tempat para pemuda dari berbagai latar belakang bertemu, berdiskusi, dan menyatukan cita-cita. Dari sinilah lahir ikrar legendaris: satu nusa, satu bangsa, satu bahasa—dasar persatuan yang menggelorakan jalan menuju kemerdekaan.
Dikutip dari Arsip Nasional, berikut para tokoh penting di balik lahirnya gerakan Sumpah Pemuda:
Soegondo Djojopoespito, pemimpin Kongres Pemuda II, lahir di Tuban, 22 Februari 1905. Ia dikenal tegas dan berwibawa. Di bawah kepemimpinannya, kongres berjalan tertib dan penuh semangat.
Raden Mas Djoko Marsaid dari Jong Java menjadi wakil ketua. Ia dikenal gigih menyuarakan persatuan bangsa di tengah perbedaan daerah dan organisasi.
Mohammad Yamin, lahir di Talawi, Sumatera Barat, pada 24 Agustus 1903, adalah perumus teks Sumpah Pemuda. Ia pula yang pertama mengusulkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
Amir Syarifuddin Harahap dari Medan menjabat sebagai bendahara. Pemuda kelahiran 27 April 1907 ini dikenal progresif dan berani memperjuangkan ide-ide kebangsaan.
Johan Mohammad Cai, pemuda keturunan Tionghoa, menjadi Pembantu I. Kehadirannya menandakan bahwa perjuangan kemerdekaan bersifat inklusif—tak mengenal batas suku atau etnis.
R. Katja Soengkana dari Pamekasan, Madura, menjabat Pembantu II, mewakili organisasi Pemoeda Indonesia. Sedangkan Rumondor Cornelis Lefrand Senduk dari Sulawesi Utara, anggota Jong Celebes, menjadi Pembantu III yang terkenal berjiwa nasionalis kuat.
Dari Maluku, ada Johannes Leimena, dokter muda kelahiran 6 Maret 1905, yang dikenal demokratis dan berpandangan luas. Mohammad Rochjani Su’ud, tokoh Pemoeda Betawi, menjadi Pembantu V dan memperkuat partisipasi pemuda lokal Jakarta.
Prof. Mr. Soenario Sastrowardoyo, lahir di Madiun, menjadi penasihat kongres. Ia menekankan pentingnya nasionalisme yang modern dan demokratis.
Ada pula Sarmidi Mangoensarkoro, aktivis pendidikan dari Surakarta, yang percaya kemerdekaan sejati lahir dari rakyat yang terdidik.
Tak kalah penting, Wage Soepratman menciptakan lagu “Indonesia Raya” yang untuk pertama kalinya diperdengarkan di Kongres Pemuda II. Suaranya menggema melalui Theodora Athia Salim—atau Dolly Salim—yang menjadi penyanyi pertama lagu kebangsaan itu.
Dari mereka, kita belajar: persatuan tak meniadakan perbedaan, tapi justru tumbuh dari keberagaman yang saling menghormati. Semangat itulah yang membuat Sumpah Pemuda tetap hidup hingga kini.***





