Pesantren sebagai Subkultur: Memahami Hubungan Spiritual Santri dan Kiai

Ilustrasi relasi Kiai-Santri. - Samudrafakta
Dalam peta pendidikan Indonesia, pesantren tidak sekadar lembaga pendidikan biasa. Ia adalah semesta mandiri dengan nilai, hierarki, dan tata kehidupan yang unik. 

Oleh: KH. Ahmad Baehaqi - Pengasuh Pondok Pesantren Ma'hadul Ilmi Syar'ie (MIS) Sarang, Rembang, Jawa Tengah

Almarhum KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menyebutnya sebagai “subkultur”—sebuah lingkungan yang dengan fanatik menjalani cara hidup tersendiri, yang berdiri terpisah meski tetap berinteraksi dengan masyarakat luas. Jiwa dari subkultur ini terletak pada hubungan santri dan kiai—sebuah ikatan yang tidak hanya sosiologis, tetapi juga spiritual, membentuk karakter bangsa yang kokoh.

Kiai: Lebih dari Sekadar Guru

Dalam hierarki pesantren, Kiai menempati posisi sentral. Ia bukan hanya pengajar, tetapi juga pemimpin mutlak, sumber inspirasi, dan pembimbing hidup (murobbi). Kharisma seorang kiai membentuk kekuatan kultural pesantren yang mampu bertahan dari serangan zaman.

Kedudukan kiai dalam pandangan santri sering kali melebihi sekadar guru. Imam Al-Ghazali dalam kitab Minhajul Muta’allim menegaskan bahwa guru adalah “orang tua ideologis” yang membentuk arah hidup dan pemikiran muridnya. Sebuah hadis yang dikutip dalam kitab tersebut menyatakan: “khairul abā’ man ‘allamaka—sebaik-baiknya orang tua adalah yang mengajarkan ilmu kepada kalian.”

Iskandar Zulkarnain pernah membuat pernyataan yang mengilustrasikan hal ini: “orangtua kami menjadi sebab lahirnya diriku dari langit ke muka bumi sementara guruku yang mengangkatku dari bumi menuju langit”. Pernyataan ini mencerminkan bagaimana dalam tradisi pesantren, kiai dipandang sebagai sosok yang mengantarkan santri kepada kehidupan spiritual dan intelektual yang lebih tinggi.

Bacaan Lainnya
Santri: Ketaatan yang Melampaui Formalitas

Sebagai counter-part kiai, santri tidak hanya datang untuk menimba ilmu, tetapi juga menyerahkan diri sepenuhnya. Seorang santri diharapkan tidak hanya taat, tetapi juga menghormati kiai dan ilmunya dengan ketulusan hati yang dalam.

Konsep khidmah (pengabdian) menjadi kunci dalam memahami hubungan ini. Sebuah penelitian yang menganalisis QS. Al-Kahfi [18]: 60-64 menemukan bahwa khidmah merupakan bentuk dedikasi dan loyalitas santri kepada kiai yang dilakukan dengan penuh keikhlasan untuk memperoleh keberkahan ilmu. Meski dari luar sering dipandang sebagai eksploitasi, dalam perspektif internal, khidmah adalah jalan spiritual untuk memperoleh keberkahan ilmu.

Landasan Teologis

Hubungan santri-kiai tidak hanya berdasar pada tradisi, tetapi memiliki akar yang kuat dalam ajaran Islam. Rasulullah Saw. bersabda:

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *