Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyiapkan RUU Redenominasi Rupiah yang akan memangkas tiga nol dari mata uang nasional. Target diterapkan pada 2027.
Pemerintah bersiap melangkah pada sebuah perubahan penting dalam sistem keuangan nasional. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memastikan pemerintah tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Harga Rupiah — atau yang dikenal dengan istilah redenominasi.
Dalam kebijakan ini, nominal rupiah akan disederhanakan dengan menghapus tiga angka nol tanpa mengubah daya beli masyarakat. Artinya, uang pecahan Rp1.000 akan ditulis menjadi Rp1, dan Rp100.000 menjadi Rp100.
“Ini bukan pemotongan nilai uang (sanering), melainkan penyederhanaan agar transaksi dan pencatatan ekonomi lebih efisien,” ujar Purbaya, Jumat (7/11/2025).

Dari Wacana Lama ke Arah Realisasi
Rencana redenominasi sebenarnya bukan hal baru. Wacana ini telah muncul sejak awal dekade 2010-an dan sempat dikaji serius pada 2013. Kala itu, Bank Indonesia (BI) menyatakan kesiapan teknis sudah cukup matang, namun situasi global membuat rencana itu tertunda.
Kini, di bawah kepemimpinan Purbaya, Kementerian Keuangan kembali menghidupkan agenda tersebut. Target penyelesaian RUU dipatok tahun 2027, dengan harapan seluruh sistem keuangan — dari perbankan, bisnis, hingga administrasi publik — sudah siap menyesuaikan.
Menurut BI, kesiapan teknis menjadi kunci, terutama dalam hal sistem pembayaran, pencatatan, serta pengadaan uang baru.
Mengapa Redenominasi Diperlukan?
Alasan utama redenominasi adalah menyederhanakan sistem keuangan dan memperkuat kredibilitas rupiah. Banyak nol di belakang nominal rupiah sering dianggap merepotkan, bahkan menimbulkan persepsi psikologis bahwa nilai rupiah “lemah”.
Purbaya menyebut penyederhanaan ini bagian dari upaya meningkatkan efisiensi administrasi, memperbaiki persepsi publik, dan menegaskan bahwa nilai mata uang Indonesia tetap kuat. “Jika dilakukan di waktu yang tepat, redenominasi bisa mengangkat kurs rupiah,” katanya, Sabtu (8/11/2025).





