samudrafakta.com

Kesedihan Jemaah Haji Reguler 2024 di Mina: Sebuah Potret Ketidakadilan

Kondisi tenda jemaah haji Indonesia yang sempit, ketika Tim Pengawas Haji DPR RI meninjau lokasi di Mina, Senin (17/6/2024). FOTO: Dok. dpr.go.id

Selama ibadah haji 2024, banyak jemaah haji Indonesia menghadapi kesulitan besar terkait fasilitas tempat tidur di Mina. Meski telah membayar biaya yang tinggi, kondisi di Mina sangat tidak memadai.

Para jemaah haji reguler, yang telah membayar mahal untuk menunaikan rukun Islam kelima ini, justru mendapati diri mereka dalam situasi yang tidak layak dan memprihatinkan.

Masalah utama yang mereka hadapi adalah overkapasitas tenda dan gangguan pada sistem pendingin udara. Banyak tenda di Zona 3 dan 4 di Mina Qadim, yang harusnya menampung sekitar 241.000 jemaah, tidak cukup untuk menampung semua jemaah sehingga mereka harus tidur di luar tenda. Selain itu, AC di beberapa tenda mengalami kerusakan atau tidak berfungsi, membuat suhu di dalam tenda sangat panas dan tidak nyaman.

Kondisi tersebut, menurut hemat penulis, mencerminkan kurangnya tanggung jawab dari pihak penyelenggara, yaitu Kementerian Agama, yang seharusnya memastikan kenyamanan dan keamanan jemaah.

Para jemaah haji reguler merasa kecewa dan miris melihat kondisi ini. Mereka telah membayar biaya yang semakin mahal setiap tahunnya, namun fasilitas yang mereka dapatkan sangat jauh dari harapan. Kesulitan-kesulitan ini menambah beban fisik dan mental mereka selama menjalankan ibadah haji, yang seharusnya menjadi pengalaman spiritual yang nyaman dan khusyuk.

Baca Juga :   Kemenag Tetapkan Rencana Perjalanan Haji 2024, Kloter Pertama Terbang 12 Mei 2024

Minimnya Fungsi Pengawasan Haji

Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR datang, sidak dan menemukan banyak jemaah yang tidur di luar tenda dan mendesak perbaikan segera. Namun mereka tidak bisa memberikan solusi yang efektif, karena tim pengawas haji DPR tersebut sifatnya hanya evaluasi publik. Padahal, sebagai lembaga tinggi negara dan tim Independen yang dibiayai APBN, harusnya tidak saja bertugas sekadar mengevaluasi, memberi catatan rapor merah atau hijau, tapi turut mengkontrol penyelenggaraan dari hulu ke hilir dan punya kewenangan untuk memerintah penyelenggara jika di lapangan terjadi insiden, supaya keberadaan mereka di tengah-tengah jemaah bisa dirasakan manfaatnya secara langsung.

Situasi ini sangat menyedihkan karena jemaah haji furoda, yang membayar biaya sangat tinggi, mendapatkan fasilitas super mewah dari pihak swasta. Sementara itu, jemaah haji reguler yang dilayani oleh pemerintah harus menghadapi kondisi yang sangat tidak memadai. Ketidakprofesionalan penyelenggaraan haji oleh pemerintah terhadap jemaah dari rakyatnya sendiri sangat menyedihkan dan tidak adil.

Perencanaan yang Tidak Matang

Baca Juga :   Sejarah Haji, Antara Ritual dan Festival Seni

Seharusnya ada perencanaan yang lebih matang dari pihak penyelenggara haji. Gagalnya tim penyelenggara haji dalam mempersiapkan kenyamanan haji 2024 menunjukkan kurangnya perhatian dan perencanaan yang tepat. Pemerintah perlu belajar dari kegagalan ini untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan fasilitas bagi jemaah haji di masa mendatang.

Ke depan, harus ada pihak yang bertanggung jawab atas terlantarnya jemaah haji di Mina. Petinggi Kementerian Agama urusan haji beserta jajarannya harus bertanggung jawab penuh. Selain itu, DPR harus punya fungsi ganda. Selain pengawasan yang independen bersifat evaluatif, juga peran tindakan untuk memastikan bahwa masalah serupa tidak terulang lagi.

Dengan adanya tanggung jawab yang jelas dan pengawasan yang efektif, diharapkan kondisi jemaah haji di masa mendatang akan lebih baik dan sesuai dengan harapan mereka.

Kesulitan yang dihadapi jemaah haji reguler ini harus menjadi pelajaran penting untuk meningkatkan profesionalisme dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah haji, demi kenyamanan dan keamanan seluruh jemaah haji Indonesia. Dengan demikian, mereka yang telah membayar mahal untuk melaksanakan rukun Islam ini dapat melakukannya dengan lebih nyaman dan khusyuk, tanpa harus khawatir tentang fasilitas yang tidak memadai.

Baca Juga :   Banyak Calon Haji Menderita Hipertensi dan Diebetes, Simak Tips Sehat Sebelum Pemberangkatan ke Tanah Suci

Melepas tanggung jawab pada mitra seperti Maktab, Masyariq, dan Pemerintah Saudi Arabia merupakan tindakan pengecut dari Kementerian Agama RI. Banyak negara lain yang juga melakukan haji reguler mampu menyediakan layanan yang baik, tanpa mengalami overkapasitas atau gangguan pada sistem pendingin udara.

Kondisi ini menunjukkan kurangnya tanggung jawab dan komitmen dari penyelenggara haji Indonesia dalam memberikan pelayanan terbaik bagi jemaahnya sendiri. Situasi yang menyedihkan ini harus segera diatasi dengan pengawasan dan manajemen yang lebih baik, serta tanggung jawab yang jelas dari pihak-pihak terkait.

Achmad Nur Hidayat

 

* | Penulis adalah Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta

Artikel Terkait

Leave a Comment