Kenapa Sri Mulyani Pilih Simpan Uang, Sementara Purbaya Gelontorkan Kredit?

Ilustrasi. - Sora/Samudrafakta
Sri Mulyani pilih simpan dana negara sebagai “tabungan” demi stabilitas. Purbaya justru gelontorkan Rp200 triliun ke bank, agar kredit mengalir. Mana lebih ampuh dorong ekonomi?

__________

Pergantian kursi Menteri Keuangan dari Sri Mulyani Indrawati ke Purbaya Yudhi Sadewa membuka babak baru perdebatan arah kebijakan fiskal Indonesia. Keduanya sama-sama bicara soal menjaga ekonomi, namun dengan cara yang berbeda. 

Sri Mulyani memilih menyimpan uang negara sebagai buffer, sementara Purbaya langsung menggelontorkannya ke bank untuk disalurkan sebagai kredit. Mana yang lebih ampuh mengatasi problem ekonomi nasional?

Sri Mulyani: Menjaga “Tabungan Negara”

Menjelang akhir masa jabatannya pada Juli 2025, Sri Mulyani menegaskan bahwa Saldo Anggaran Lebih (SAL) negara mencapai sekitar Rp459,5 triliun. Dana itu, menurutnya, adalah penyangga fiskal untuk menghadapi masa transisi pemerintahan sekaligus ketidakpastian global.

Bacaan Lainnya

Prudent dan berkelanjutan,” begitu ia menggambarkan strateginya. 

Uang negara ditempatkan di kas pemerintah maupun Bank Indonesia agar APBN tetap aman bila ada guncangan.

Meski begitu, Sri Mulyani tidak sepenuhnya pasif. Saat pandemi 2020–2021, ia sempat menempatkan dana pemerintah di bank Himbara untuk memperluas Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Hasilnya, ratusan triliun kredit bisa tersalurkan ke sektor riil.

Artinya, “menyimpan” bagi Sri Mulyani bukan semata parkir uang, melainkan menunggu momentum yang tepat untuk menyalurkannya secara selektif.

Purbaya: Mengalirkan Likuiditas ke Sektor Riil

Berbeda halnya dengan Purbaya Yudhi Sadewa. Dalam hitungan hari setelah dilantik pada awal September 2025, ia langsung mengumumkan kebijakan besar: Rp200 triliun uang pemerintah dipindahkan dari Bank Indonesia ke bank-bank BUMN.

Dana ini ditempatkan dalam bentuk deposit on call tenor 6 bulan, dengan bunga sekitar 80,5 persen dari BI-Rate. Rinciannya, Bank Mandiri, BNI, dan BRI masing-masing menerima Rp55 triliun, BTN Rp25 triliun, dan Bank Syariah Indonesia Rp10 triliun.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *