samudrafakta.com

Skandal Pinjol Guncang Anak Usaha BUMN Farmasi

JAKARTA — PT Indofarma Tbk. (INAF), salah satu anak usaha BUMN farmasi, kini menjadi sorotan tajam publik akibat skandal pinjaman online (pinjol) yang mengguncang fondasi keuangannya. Terungkapnya praktik penarikan pinjol senilai Rp 1,26 miliar pada 2022 dan pencicilan gaji karyawan menguak kondisi internal perusahaan yang kian memburuk, menimbulkan pertanyaan serius mengenai tata kelola dan masa depan BUMN ini.

Pucuk pimpinannya pun ikut menjadi sorotan. Saat ini INAF dipimpin oleh Yeliandriani yang menjabat sebagai direktur utama. Yeliandriani mengemban jabatan sebagai direktur utama sejak 11 Januari 2024 hingga tahun 2027 berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST).

Yeliandri membenarkan pernyataan beredarnya berita terkait PT Indofarma yang terjerat pinjol. Bahkan dia sempat menyatakan bahwa perusahaan itu menggunakan nama-nama karyawan untuk mendapatkan pinjol. Ia tidak mengungkapkan nama-nama karyawan itu karena laporan BPK masih tergolong laporan indikasi.

Indikasi lain yang ditemukan BPK adalah kerugian IGM terkait penempatan dan pencairan deposito beserta bunga sebesar Rp 35,07 miliar atas nama pribadi pada koperasi simpan pinjam nusantara (Kopnus), serta terkait penggadaian deposito beserta bunga sebesar Rp 38,06 miliar pada Bank Oke.

“Dan betul, yang terjadi di dalam laporan (BPK) tersebut bahwa ada deposito yang atas nama pribadi dan akhirnya dipakai untuk menjamin pinjaman orang tersebut, dan pinjaman kredit itu wanprestasi dan deposito itu dicairkan dan itu terjadi dua kali,” jelasnya.

Menurutnya, kasus-kasus yang terindikasi penipuan tersebut melibatkan lima karyawan yang memiliki kewenangan yang cukup besar. Ia menegaskan bahwa karyawan-karyawan tersebut saat ini sudah tidak bekerja di perusahaan itu. “Memang cukup banyak dan agak berani memang fraud yang terjadi di Indofarma,” jelasnya.

Selanjutnya, berdasarkan hasil rapat Dewan Direksi PT Bio Farma (Persero) dan Dewan Komisaris/Dewan Direksi pada tanggal 3 Januari 2024, situasi di PT Indofarma Tbk mempunyai beberapa gambaran. Hasil audit BPK di tahun 2023 ditemukan adanya indikasi praktik fraud dalam PT Indofarma Tbk.

“Situasi ini sudah kami duga di tahun 2021, di mana Dewan Komisaris PT Indofarma Tbk sudah mengajukan audit dari pihak luar untuk masalah yang terjadi. Akan tetapi audit tersebut tidak pernah terjadi, sampai adanya audit BPK di tahun 2023,” kata Laksono Trisnantoro sebagai Komisaris Utama.

Pada rapat tanggal 3 Januari 2024 dinyatakan bahwa Holding BUMN Farmasi tidak lagi menggunakan jalur transformasi BUMN di mana PT Indofarma Tbk disiapkan menjadi perusahaan di dalam Holding yang menangani alat kesehatan dan herbal.

“Hal ini terkait kondisi perusahaan di tahun 2023 yang tidak memungkinkan lagi bagi PT Indofarma Tbk untuk menjadi pelaku di alat kesehatan dan herbal. Direksi PT Bio Farma (Persero) dalam rapat menyatakan bahwa kegiatan usaha alat kesehatan dan herbal dialihkan ke perusahaan lain di dalam Holding,” tulisnya.

Terakhir, terjadi downsizing di perusahaan dengan RKAP dari Rp450 miliar menjadi Rp250 miliar. Disamping itu PT Indofarma Tbk berada di dalam penanganan PPA untuk mengatasi masalah saat ini.
“Saya menjabat sebagai Komisaris Utama PT Indofarma Tbk sejak April tahun 2021 dalam rangka mengembangkan alat kesehatan dan herbal sesuai transformasi Holding BUMN Farmasi,” imbuhnya.

Akan tetapi situasi saat ini, tidak memungkinkan lagi ada pengembangan alat kesehatan dan herbal di PT Indofarma Tbk sesuai dengan Transformasi BUMN di tahun 2020.

“Oleh karena itu dengan rendah hati Kami mengajukan pengunduran diri sebagai Komisaris Utama PT Indofarma Tbk. Saya berharap pengunduran diri ini dapat diterima oleh Kementerian BUMN dan Holding BUMN Farmasi,” pungkasnya.

Leave a Comment