Fatimah binti Maimun, Perempuan Pertama Penyebar Islam di Nusantara

Di sekitar makam Fatimah binti Maimun berserak makam-makam lain yang tidak berangka tahun. Tetapi, menurut kajian arkeologis, makam-makam tersebut memiliki pola ragam hias dari abad ke-16. Jenis nisannya seperti yang ditemukan di Champa, berisi tulisan berupa doa-doa kepada Allah.

S.Q. Fatimi dalam Islam Comes to Malaysia menyatakan, pendapat bahwa jenis tulisan kufi pada nisan di makam-makam sekitar makam Fatimah binti Maimun yang berisi doa kemungkinan dibuat seorang penganut Syiah. Hal itu didasarkan argumen bahwa saat itu Muslim yang datang ke Nusantara kebanyakan berasal dari Persia, yang kemudian bermukim di timur jauh. Salah satu muslim asal Persia yang datang ke Nusantara, lanjut Fatimi, adalah suku Lor dari Persia yang melakukan migrasi ke Nusantara pada abad ke-10 Masehi.

Keberadaan makam-makam di sekitar makam Fatimah binti Maimun, yang menurut penelitian arkeologis berasal dari abad ke-16 itu, sangat mungkin berkaitan dengan dakwah Islam yang dilakukan oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim pada perempat akhir abad ke-14 dan perempat awal abad ke-15. Menurut cerita masyarakat setempat, awal sekali datang ke Jawa, dia menuju Desa Sembalo, di sebelah Dusun Leran. Dia dikisahkan mendirikan masjid untuk ibadah dan kegiatan dakwah di Desa Pesucian. Setelah membentuk komunitas Muslim di Pesucian, Syekh Maulana Malik Ibrahim dikisahkan pindah ke Desa Sawo di Kota Gresik.

Thomas S. Raffles dalam The History of Java, mencatat cerita penduduk setempat yang menyatakan bahwa Syekh Maulana Malik Ibrahim adalah seorang pandita termasyhur berasal dari Arabia, keturunan Jenal Abidin (Zainal Abidin), dan sepupu Raja Chermen, telah menetap bersama Mahomedans (orang-orang Islam) lain di Desa Leran di Janggala. Kiranya makam-makam yang berasal dari abad ke-16 itu berhubungan dengan komunitas Islam yang dibentuk Syekh Maulana Malik Ibrahim di Leran pada perempat akhir abad ke- 14. Dan, tentunya, mereka sangat memuliakan makam Fatimah binti Maimun yang dianggap sebagai makam muslimah yang lebih tua, sehingga mereka yang hidup pada abad ke-16 itu merasa bangga dimakamkan di area makam tua yang dikeramatkan tersebut.

Bacaan Lainnya

Kompleks makam Fatimah binti Maimun dapat dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum dari Gresik atau dari Surabaya. Dari Surabaya, kendaraan pribadi bisa mencapai Leran melalui jalan tol jalur Demak- Tandes- Manyar. Dari pintu keluar tol Manyar, kendaraan meluncur ke barat, sekitar 4-5 km belok ke kiri sudah masuk Leran dengan tanda papan petunjuk ke makam Fatimah binti Maimun terpasang di pinggir jalan raya. Jika menggunakan kendaraan umum, peziarah harus berangkat dari Gresik dengan menggunakan bus atau angkutan umum jurusan Gresik- Sedayu-Paciran- Tuban.

Gus Dur adalah sosok yang rajin mengunjungi makam Fatimah binti Maimun dan menemui sang juru kunci, Mbah Aqib. Menurut Gus Dur, nama asli Fatimah adalah Maimunah. Tarekatnya bernama Maimuniyyah.  Di dalam cungkup  makam  ada empat makam yang berjejer. Selain makam Fatimah, tiga lainnya merupakan makam para dayangnya  Bangunan makam ini berbentuk seperti candi dengan ujung atas menyempit membentuk sudut, mirip reruntuhan Chichen Itza, peninggalan kuno suku Maya di Mexico.

Sejak  ditemukan, memang seperti itu bentuknya. Sebelum era Orde Baru,  bangunan masih berupa reruntuhan yang tak sempurna. Pada tahun 1973 Presiden Soeharto memerintahkan untuk memperbaikinya.  Saat itu pak Harto punya misi untuk mencari benda sakti di seluruh pulau Jawa. Untuk menghormati sosok Fatimah binti Maimun, setiap tanggal 15 Syawal atau 15 hari setelah Hari Raya Idul Fitri ditetapkan sebagai haulnya. Tanggal itu diambil bukan dari tanggal lahir Fatimah, melainkan dari tanggal penemuan makam Siti Fatimah binti Maimun yang sempat hilang selama 400 tahun setelah wafatnya. […bersambung…]

(Wijdan | Dirangkum dari Berbagai Sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *