Buku Sejarah Lengkap Islam Jawa karya Husnul Hakim memaparkan, makam Sayyidah Fatimah binti Maimun di Dusun Leran, Desa Pesucian, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik hingga saat ini masih menjadi bukti arkeologis tertua keberadaan Islam di Jawa Timur—bahkan di Asia Tenggara. Menurut Laporan Penelitian Arkeologi di Situs Pesucian, Kecamatan Manyar (1994-1996), Leran pada zaman dulu merupakan sebuah kota perdagangan yang berkembang pesat. Kota ini dibangun oleh orang-orang Lor, yang dikenal memiliki semangat berbisnis yang kuat sehingga mereka dihormati oleh penduduk sekitar dan para pedagang yang berasal dari berbagai daerah.
Bahkan, Kota Leran menjadi pasar internasional, di mana para pedagang dari luar negeri menjajakan barang dagangannya di sana. Hal ini dibuktikan dari penemuan arkeologis di Dusun Leran, di sekitar kompleks makam Sayyidah Fatimah binti Maimun, berupa mangkuk-mangkuk keramik khas Tiongkok, India, dan Timur Tengah yang berasal dari abad ke-10 dan ke-11 M. Salah seorang pemimpin yang paling disegani dan dihormati pada zaman itu adalah Sayyidah Fatimah binti Maimun. Jika bukan sosok yang sangat dihormati, tidaklah mungkin makam Sayyidah Fatimah binti Maimun dibangun megah berikut inskripsinya, sedangkan hampir semua makam tua di Leran tidak semegah makam tokoh ini.
Ditinjau dari aspek toponim, nama-nama dusun sekitar makam Fatimah binti Maimun menunjuk pada kekhususan wilayah pada masa silam. Toponim Wangen (tapal batas), Pasucian (tempat suci), Penganden (Tempat kaum ningrat), Kuti (Vihara Buddha), dan Daha (kemerahan) menunjuk kawasan sekitar kompleks makam adalah wilayah khusus berstatus sima, yang bebas pajak dan dikeramatkan oleh masyarakat.
Menurut J.P.Moquette, ilmuwan berkebangsaan Belanda, peneliti pertama yang meriset makam Leran, dalam De Oudste Mochammadaansche Inscriptie op Java (op de Grafsteen te Leran) yang membaca inskripsi pada batu nisan makam Fatimah binti Maimun, yang berangka tahun 475 H itu, bunyi tulisannya sebagai berikut.
“Bismillâhirrahmânirrahîm, kullu man ‘alaihâ fânin wa yabqâ wajhu rabbika dzul jalâ li wal ikrâm. Hâdzâ qabru syâhidah Fâthimah binti Maimûn bin Hibatallâh, tuwuffiyat fî yaumi al-Jum’ah…. min Rajab wa fî sanati khamsatin wa tis’îna wa arba’ati mi`atin ilâ rahmat (sebagian orang membaca “wa tis’îna” dengan “wa sab’îna”) Allâh… Shadaqallâh al-‘azhîm wa rasûlihi alkarîm.”
“Dengan nama Tuhan yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah. Tiap-tiap makhluk yang hidup di atas bumi ini adalah bersifat fana. Tetapi, wajah Tuhanmu yang bersemarak dan gemilang tetap kekal adanya. Inilah kuburan wanita yang menjadi korban syahid, bernama Fatimah binti Maimun, putr[a] Hibatallah, yang berpulang pada hari Jumat ketika tujuh sudah berlewat dalam bulan Rajab dan pada tahun 495 H (sebagian membaca 475 H), [yang menjadi kemurahan Tuhan Allah yang Mahatinggi], beserta Rasul-Nya yang mulia. (Menurut Prof. H.M. Yamin, terjemahan J.P. Moquette atas inskripsi batu nisan makam Fatimah binti Maimun).”
Menurut Moquette, Kompleks Makam Leran dalam kondisi memprihatinkan saat pertama kali ditemukan. Batu-batu nisannya berantakan, karena tidak berada di tempat aslinya. Dinding bangunannya retak, bahkan ada yang runtuh. Atap cungkup pemakaman tersisa seperempatnya. Banyak batu berserakan di sekitar dinding cungkup.





