samudrafakta.com

“Fatamorgana” Bawang Merah dan Indikasi Kegagalan Kader PDIP di Sumenep

Bupati Sumenep Ahmad Fauzi dinilai gagal mengawal harga pangan, terutama dari sisi produksi bawang merah. FOTO: Ilustrasi
SUMENEP—Kepemimpinan Bupati Ahmad Fauzi di Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, dinilai gagal, terutama dalam mengawal ketahanan pangan. Bejibun penghargaan untuk Bupati yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), dinilai hanya “fatamorgana”.  

Jumat, 22 Januari 2020 silam, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumenep, Jawa Timur, menetapkan pasangan calon Achmad Fauzi dan Dewi Khalifah (Fauzi – Eva) sebagai bupati dan wakil bupati terpilih hasil Pemilihan Bupati (Pilbup) 2020. Sementara Fattah Jasin dan Muhammad Ali Fikri (Gus Acing – Mas Kiai) terpaksa menerima kekalahan.

Semenjak kemenangan Fauzi-Eva diresmikan, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) berhasil menaklukkan koalisi PKB, PPP, Demokrat, Nasdem, Golkar dan Hanura yang mendukung Gus Acing – Mas Kiai. Sumenep yang semula hijau telah berubah warna menjadi merah.

Kepemimpinan Fauzi di Sumenep selama 4 tahun terakhir bisa dikatakan cukup mengesankan. Salah satunya ditandai dengan beragam penghargaan atau prestasi yang disabetnya. Misalnya, pada 21 September 2023, Fauzi mendapatkan penghargaan bergengsi dari Detikcom Award 2023 dengan kategori Kepala Daerah Pelopor Penggunaan Kendaraan Listrik.

Dua bulan kemudian, pada 15 November 2023, Bupati Sumenep kembali mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur, karena dinilai berhasil meningkatkan produksi dan produktivitas bawang merah dengan varietas unggulan lokal (Rubaru).

Fauzi dinilai berhasil memanfaatkan lahan ‘mandul’ seluas 977 hektare dan mengubahkan menjadi lebih produktif. Per hektare diperkirakan mampu mengejar jumlah produksi 6,876 ton dengan tingkat produktivitas 7,038 ton.

Baca Juga :   Cak Imin Dinilai Bisa Menjadi Lawan Sepadan Khofifah di Pilgub Jawa Timur 2024

Pada 28 April 2024, Fauzi kembali menyabet penghargaan bidang Sport Achievement 2024 dengan kategori Pembina Cabang Olahraga (Cabor) Terbaik 2024. Apresiasi ini dianugerahkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jawa Timur di Kabupaten Jember. Dan banyak lagi penghargaan yang lain.

Namun, ketika Bupati Sumenep digerojok banyak penghargaan, pada 29 Januari 2024, harga bawang merah Sumenep anjlok drastis, menjadi sekitar Rp4.000 hingga Rp6.000 per kilogram. Petani pun mengeluh.

Empat bulan kemudian, tepatnya 29 Mei 2024, harga bawang merah di sejumlah pasar di Sumenep meroket tinggi, menyentuh angka Rp50.000 per kilogram.

Penghargaan sebagai Bupati yang mampu mengubah lahan mandul menjadi produktif penghasil bawang merah seakan-akan menjadi antitesis dari fakta yang berlangsung. Pasalnya, pada April 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa secara nasional komoditas bawang merah menjadi penyumbang inflasi bulanan terbesar pada April 2024, sekitar 0,14 persen.

Problem nasional tersebut semestinya bisa dijadikan momentum oleh Bupati Semenep untuk menunjukkan keberhasilan program ketahanan pangan, sehingga mampu mengatasi problem nasional. Namun, alih-alih berkontribusi dalam mengatasi inflasi nasional, pemerintah Sumenep—yang konon mendapat penghargaan ketahanan pangan—menyampaikan sebuah alibi.

Bidang Perdagangan Dinas Koperasi UKM Perindustrian dan Perdagangan ‘menyalahkan’ beberapa daerah di Sumenep, yang menjadi sentra penghasil bawang merah, karena belum masuk masa panen raya.

Baca Juga :   PKB-PPP Kemungkinan Berkoalisi di Pilgub Jatim, Belum Bocorkan Nama Calon karena ‘Takut Ketahuan’ Khofifah

Walhasil, banyak pihak menilai jika kepemimpinan PDIP di Sumenep selama 4 tahun terakhir belum mencerminkan mimpi indah yang dulu pernah dijanjikannya pada masa kampanye.

Samudra Fakta melihat satu pola dasar dalam konteks ini, yaitu apabila lahan belum panen, harga komoditas meroket naik sehingga harga jual menjadi mahal. Sebaliknya, ketika lahan telah panen dan jumlah stok komoditas berlimpah, harga jatuh anjlok.

Politik ekonomi seperti yang terjadi di Sumenep sebenarnya bisa dipahami secara sederhana, yaitu sebagai ciri khas logika kapitalisme yang hanya mengejar akumulasi kapital. Para kapitalis komersil masuk ke dalam pasar untuk membeli komoditas dengan harga seminimal mungkin, kemudian kembali lagi ke pasar untuk menjual komoditas dengan harga semahal mungkin.

Surplus nilai semacam ini adalah tujuan utama para kapitalis, dan di sinilah politik ekonomi itu bermain-main. Korbannya tetap satu pihak, yaitu rakyat.

Problem ekonomi, khususnya masalah komoditas bawang merah, hanya contoh kecil dari kegagalan kepemimpinan PDIP di Sumenep. Terlalu banyak indikasi kegagalan kepemimpinan di bidang yang lain. Misalnya, pada 17 Mei 2024, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Sumenep (BEMSU) menilai Bupati Sumenep Achmad Fauzi tidak layak maju lagi pada kontestasi Pilkada 2024.

Ketua BEMSU, Moh Syauqi, berpandangan masih banyak janji kampanye politik Achmad Fauzi pada Pilkada 2020 belum direalisasikan sampai sekarang—bahkan program tersebut tidak jelas sama sekali. Sebab itulah, alih-alih maju lagi di Pilkada 2024, BEMSU berpendapat sebaiknya Fauzi mundur dari jabatannya saat ini sebagai Bupati Sumenep.

Baca Juga :   Cak Imin Dikabarkan Bakal Maju Pilgub Jatim, “Gak Bahaya Ta?”

Kekecewaan demi kekecewaan masyarakat, mulai dari kalangan rakyat kecil hingga akademisi, memanglah benar.

Beberapa program dinilai tidak jelas. Sedangkan program yang terealisasi tidak diorientasikan untuk kepentingan rakyat, melainkan cenderung demi kapitalis-kapitalis komersil, seperti kasus komoditas bawang merah. Namun, penting juga untuk dicatat, kegagalan Bupati Sumenep Achmad Fauzi bukan kegagalan personal-individual, melainkan kegagalan ideologis PDIP.

Kritik-kritik masyarakat tidak bisa sepenuhnya ditujukan pada pribadi Fauzi, tetapi juga pada PDIP.

Pasalnya, pada 5 Oktober 2023, Fraksi PDI Perjuangan DPRD Sumenep mendesak tiga rancangan peraturan daerah (Raperda) diloloskan, yang meliputi Raperda Reformasi Agraria, Raperda Pengelolaan Pasar Rakyat, dan Raperda Pedoman Pengendalian Pencemaran Air Permukaan bagi Usaha Tambak Udang.

Namun, satu bulan sebelumnya, 26 September 2023, Manager PT. Putra Alam Sumenep menyebut tambang udang di bawah pengawasan langsung M1 Sumenep. Salah satu pemilik saham PT Putra Alam adalah orang nomor satu di Kabupaten Sumenep.

Dengan kata lain, di ruang publik Sumenep PDIP mencitrakan diri sebagai partai yang peduli nasib rakyat, tetapi gagal mendisiplinkan kader ‘terbaiknya’ sebagai orang nomor satu di Sumenep sesuai ideologi partai.■

Artikel Terkait

Leave a Comment