Budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun pernah memprediksi pendidikan pesantren akan jadi model pendidikan dunia. Bukan hanya karena warisan para wali, tapi karena pesantren sudah mempraktikkan nilai kemanusiaan yang kini justru dicari Barat.
Di hadapan ribuan jamaah di halaman Pondok Pesantren Al-Qur’an Al-Muayyad Al-Maliky, Kudus, pada Selasa, 5 Desember 2017 lalu, budayawan Emha Ainun Najib atau Cak Nun menyampaikan sebuah ramalan yang menggugah: “Dunia akan berkiblat kepada pesantren.”
Bagi Cak Nun, pendidikan pesantren bukan sekadar sistem belajar agama. Ia adalah warisan para wali yang berhasil membangun jati diri bangsa.
“Pendidikan pesantren merupakan warisan para wali yang menyiarkan Islam di Nusantara. Ilmu-ilmu yang diajarkan telah membangun karakter bangsa selama ini,” ujarnya.
Lengkap dan Tepat Takaran
Menurut Cak Nun, sistem pendidikan pesantren sudah sangat lengkap dan seimbang—hingga Ki Hadjar Dewantara pun banyak mengadopsinya. “Pendidikan pesantren mengajarkan kesamaan derajat. Enggak ada yang berebut jadi paling depan. Semua mengalir seperti tawaf haji—sama-sama berputar menuju satu tujuan, yaitu Allah,” tuturnya.
Ia menegaskan, selama pesantren dijaga, Indonesia tak perlu takut pada arus zaman. “Kita jangan minder dengan bangsa Barat. Indonesia akan tetap kuat dengan pesantren. Dunia akan berkiblat kepada pesantren,” tegasnya.
Oxford dan Cambridge Meniru Pesantren
Yang menarik, Cak Nun menyebut sistem pendidikan di Oxford dan Cambridge—dua universitas yang disebut terbaik dunia—meniru sistem pesantren. Ia pun mengkritik cara pandang yang merendahkan pesantren sebagai pendidikan tradisional.
“Pesantren itu disebut tradisional, iku kurang ajar tenan! Sekolah modern itu malah banyak belajar dari pesantren. Besok sak donyo iki bakal pesantren kabeh (nanti seluruh dunia ini akan jadi pesantren semua),” ujar Cak Nun disambut tawa dan tepuk tangan jamaah.
Pernyataan itu sejalan dengan pandangan Dr. Afifi al-Akiti, dosen Studi Islam di Universitas Oxford sekaligus alumnus Pesantren Kencong Jember. “I realise that in fact, Oxford University itself is a pondok,” katanya.
Struktur Oxford dan Cambridge yang terdiri dari banyak college mirip dengan kompleks pesantren: ada asrama, tempat ibadah, ruang makan, dan seorang “kiai” yang memimpin. Bahkan, metode belajar di sana menyerupai sorogan dan bandongan yang diajarkan di pesantren.
Sekolah dan Pesantren: Dua Dunia Berbeda
Dalam kesempatan lain di Peringatan Setengah Abad Pondok Pesantren Al-Huda Doglo, Boyolali, Cak Nun menegaskan perbedaan mendasar antara sekolah dan pesantren.
“Sekolah lahir karena banyak orang bodoh lalu didatangkan satu guru. Pesantren, satu orang alim didatangi banyak orang,” katanya.
Menurutnya, titel sekolah seperti doktor atau profesor tetap melekat meski akhlaknya rusak. Tapi di pesantren, kehormatan seorang kiai langsung hilang kalau akhlaknya jelek. “Titel di pesantren bukan soal ijazah, tapi soal keluhuran,” tegasnya.
Roan Sosial Santri
Dalam tulisannya di Tempo edisi 17/XXII/15–21 Juni 1991, Cak Nun mengenang masa nyantrinya di Gontor. Ia menggambarkan pesantren sebagai ruang belajar hidup yang mandiri dan produktif.





