samudrafakta.com

Perlu Dialog Lintas-Agama untuk Melahirkan Agen Perubahan yang Inklusif dan Cinta Damai

BANDUNG—Pada hari Senin, 27 November 2023, digelar Acara dialog persahabatan yang mengusung tema ‘Merajut Damai Merawat Toleransi’  di Aula Pondok Pesantren Mahasiswa Universal, Bandung, Jawa Barat.

Acara ini diinisiasi oleh IofC Indonesia bekerja sama dengan Sekolah Tinggi Teologia (STT) INTI Bandung, PPM Universal, PGIS Kota Bandung dan Gereja Advent. Acara dihadiri 150 peserta yang terdiri dari teman-teman lintas iman dari mahasiswa STT INTI Bandung, Santri PPM Universal, PGIS kota Bandung, dan Gereja Advent.

Dialog lintas-iman ini diadakan untuk memperkuat ikatan antarindividu dari berbagai latar belakang budaya, agama, dan kepercayaan. Dialog persahabatan ini merupakan tindak lanjut dari pelatihan mediasi bagi Aktor Lintas Iman di Jawa Barat bulan lalu, yang diadakan oleh PUSAD dan PGI.

Acara ini dinarasumberi beberapa pembicara dan fasilitator, seperti Pdt. Yusup dari Gereja Fajar Pengharapan Baru, Pdt. Maximilian Parhusip dari Gereja Jemaat Advent Ciparay, Sahat Maruli dari PGI Kota Bandung, dan Miftahul Huda dari IofC Indonesia.

Acada ini melibatkan santri dan mahasiswa STT karena mereka ini adalah agen perubahan di masa depan, yang akan membawa perubahan tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta memiliki pemikiran yang inklusif. Merajut damai dalam dialog toleransi berawal dari pondok pesantren.

Baca Juga :   Menikmati Toleransi dalam Kuliner Khas Kota Kretek

Dalam acara ini juga dibahas, kenapa intoleransi masih saja muncul? “Karena ada kecurigaan antara iman satu dengan yang lain. Kenapa ini terjadi? Karena tidak ada ruang pertemuan di antara kedua belah pihak. Seandainya ada ruang untuk bertemu maka akan tercipta suatu pemahaman dan menghargai,” terang Sahat Maruli.

Sementara itu Tatang Astarudin menyampaikan materi tentang peran pesantren dalam perdamaian. Ia menegaskan, “Salah satu kurikulum pesantren yang harus dikembangkan, selain toleransi, adalah rela berkorban (itsar, altruisme). Seseorang bisa disebut universalis, ketika ia berani berkorban untuk orang lain demi menjaga ekosistem sesama. Karena sejatinya dia juga menjaga dirinya sendiri.

Pria yang kerap dipanggil Kiai Tatang ini juga menandaskan, setelah beriman, tugas manusia adalah berdialog. “Jika ikhtiar dialog tersumbat, maka akan terjadi permasalahan besar, sebagaimana ungkapan Sayyidina Ali, manusia yang utuh dan sempurna adalah ia yang mempunyai gagasan dan mau berdialog.”

Dari gelaran dialog lintas iman tersebut diharapkan tersemai semangat inklusivitas dan kepedulian dari setiap peserta, yang terwujud dalam upaya kolaboratif untuk berbagi pengalaman dan menciptakan langkah-langkah bersama dalam merajut damai lewat toleransi.

Baca Juga :   Kapal-kapal Perang Buatan Uni Soviet Ini Menyokong Perjuangan Republik Indonesia

Artikel Terkait

Leave a Comment