samudrafakta.com

Anti-Radikalisme Sejak Dalam Pikiran

Doktrin cinta tanah air Tarekat Shiddiqiyyah tak hanya diaplikasikan dalam kegiatan filantropis, tapi juga dalam bentuk berperan aktif memerangi radikalisme beragama di Indonesia. Paham anti-radikalisme terus mereka tanamkan dalam pikiran warga maupun santri-santrinya.

Pada tahun 2018, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia memadukan pendekatan hard dan soft power dalam pencegahan serta penanggulangan radikalisme dan terorisme di Indonesia. Presiden menekankan pentingnya keterlibatan berbagai elemen masyarakat dan organisasi keagamaan dalam upaya itu.

“Sudah saatnya kita juga menyeimbangkan dengan pendekatan soft power (dalam mengantisipasi dan menangangi radikalisme dan terorisme),” kata Presiden Jokowi, saat menyampaikan pengantar pada Rapat Terbatas (Ratas) Pencegahan dan Penanggulangan Terorisme di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018.

Pendekatan soft power perlu dilakukan karena, menurut Presiden, doktrin radikalisme dan terorisme sudah mulai merasuk ke dalam lingkungan keluarga. Salah satu buktinya adalah adanya peristiwa bom bunuh diri di tiga gereja Surabaya pada 13 Mei 2018, di mana pelakunya adalah satu keluarga. Aksi tersebut melibatkan perempuan dan anak-anak di bawah umur yang ada dalam keluarga pelaku. “Ini (bom bunuh diri satu keluarga di Surabaya) menjadi sebuah peringatan kepada kita semuanya, menjadi wake up call betapa keluarga telah menjadi target indoktrinasi ideologi terorisme,” ujar Presiden Jokowi.

Baca Juga :   Kriteria Penerima Rumah Syukur Ditentukan secara Detail agar Program Tepat Sasaran

Presiden juga mengingatkan bahwa ideologi terorisme telah masuk ke sekolah-sekolah. Maka dari itulah, menurut Presiden Jokowi, pendekatan soft power perlu dilakukan. Caranya adalah memastikan bahwa materi ajaran yang disampaikan oleh lembaga-lembaga pendidikan—mulai dari tingkat TK hingga SMA atau SMK dan perguruan tinggi—, ruang-ruang publik, dan mimbar-mimbar umum, tidak memuat ideologi terorisme. Menurut Presiden, langkah preventif ini penting agar ideologi radikal dan teror tidak meracuni alam pikiran anak-anak dan remaja.

Program Pemerintah ini jelas sangat bagus. Radikalisme dan terorisme memang wajib diperangi. Dan ternyata, jauh hari sebelum Presiden mengeluarkan instruksi tersebut, Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman—pesantren yang dibangun oleh Tarekat Shiddiqiyyah—sudah mempraktikkan gaya penanggulangan tersebut. Pesantren mengaplikasikan ajaran anti-radikalisme dalam aktivitas pendidikan mereka, di mana materi cinta tanah air menjadi pelajaran dasar dan wajib bagi seluruh peserta didik di seluruh lembaga pendidikan yang mereka punya.

Sebagai informasi, Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman memiliki lembaga pendidikan dasar dan menengah setingkat SD, SMP, dan SMA, yang mereka sebut Tarbiyah Hifdzul Ghulam wal Banat (THGB), yang berarti berarti “pendidikan penjagaan anak laki-laki dan anak perempuan”. Pesantren juga memiliki lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi yang mereka namakan Maqoshidul Qur’an (MQ). Melalui lembaga-lembaga itulah semangat cinta tanah air dan anti-radikalisme diajarkan secara konsisten.

Baca Juga :   THGB Menumbuhkan Cinta Tanah Air [2]: Peminat Selalu Tinggi Meski Sistem Pendidikannya ‘Berani Beda’

Materi pengajaran di THGB diambil dari muatan Al Qur’an; hadits Nabi; tarikh (sejarah) para nabi, sahabat, dan orang-orang saleh atau salihin; Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945; sejarah nasional, ilmu pengetahuan alam, dan bahan lain yang dianggap perlu. Sumber-sumber tersebut dipadukan dalam buku pedoman Garis-Garis Besar Program Pendidikan Hifdhul Ghulam wal Banat yang disusun oleh pemimpin tarekat, KH. Muhammad Muchtar Mu’thi atau Kiai Tar.

Materi pendidikan Pesantren Shiddiqiyyah dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu Kitabul Kalam dan Kitabul Kaun. Kitabul Kalam meliputi pelajaran agama, seperti ma’rifatuddin (pengetahuan agama), ma’rifatullah (mengenal Allah), husnul khuluq (budi pekerti yang baik), tarikhul anbiya’ (sejarah para nabi), ulumul Qur’an (ilmu Al Qur’an) serta hubbul wathon (cinta tanah air). Sedangkan Kitabul Kaun meliputi pelajaran umum seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris, bahasa Jawa, bahasa Arab, matematika (al-hisab), pendidikan jasmani, dan ilmu pengetahuan alam yang mereka sebut sunatullah.

Ketika Presiden Jokowi menetapkan 22 Oktober sebagai Hari Santri pada tahun 2015 lalu, Pesantren Majma’al Bahrain Hubbul Wathon Minal Iman mendukung penuh penetapan tersebut dengan mendirikan Monumen Hari Santri dan menyusun program “Pesantren Jati Diri Bangsa Merajut Nusantara”. Program ini bakal diaplikasikan di seluruh Indonesia, mengusung kurikulum tentang cinta tanah air Indonesia. Materinya diambil dari nilai-nilai luhur Bangsa Indonesia yang terkandung dalam Sumpah Pemuda, Lagu Kebangsaan Indonesia Raya, Sang Saka Merah Putih, Proklamasi Kemerdekaan Bangsa, Pancasila, dan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

Baca Juga :   KH. Abdul Mu’thi: Pengusaha Bertangan Dingin, Aktivis, dan Guru Ngaji Sukarno Kecil
Monumen Hari Santri. (Dok. Ist.)

Artikel Terkait

1 comment

Agama Bukan Candu, Tetapi Booster Kemandirian Ekonomi – samudrafakta.com 28 Februari 2023 at 15:27

[…] Anti-Radikalisme Sejak Dalam Pikiran […]

Reply

Leave a Comment