SILPA Surabaya Capai Rp234 Miliar, Wali Kota: “Itu Pola Keuangan Daerah”

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. - Dok. Samudrafakta
Pemkot Surabaya memastikan sisa anggaran Rp234,44 miliar bukan pemborosan, melainkan bagian dari pola pengelolaan keuangan yang menyesuaikan alur pendapatan dan belanja rutin daerah.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menjelaskan alasan munculnya Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SILPA) hingga Rp234,44 miliar per Oktober 2025. Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan kondisi itu wajar dalam sistem keuangan daerah yang bergantung pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan transfer dari pusat.

“Anggaran ada dua. Pendapatan yang PAD murni dari kota, dan pendapatan yang turun dari pemerintah pusat. Ada bagi hasil, ada TKD (Transfer ke Daerah), macam-macam,” kata Eri, Rabu (29/10/2025).

Menurutnya, sekitar 75 persen pendapatan Surabaya bersumber dari PAD, sehingga banyak proyek belum bisa dijalankan di awal tahun anggaran. “Kita nunggu PAD dulu masuk, baru kita lelang. Jadi biasanya lelang baru bisa dimulai Maret–April, dan selesai di November,” jelasnya.

Eri menuturkan, sebagian dana SILPA digunakan untuk kebutuhan wajib seperti gaji pegawai, listrik, dan air. “Yang belanja wajib itu harus tersimpan, tidak boleh digunakan. Nilainya itu sekitar Rp400–Rp500 juta per bulan,” ujarnya. Dana ini harus tersedia minimal dua bulan agar kebutuhan rutin Pemkot bisa terbayar tepat waktu.

Bacaan Lainnya

Selain PAD, transfer dana dari pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) juga memengaruhi waktu pelaksanaan proyek. Ia mencontohkan, dana dari Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) biasanya cair per triwulan. “Ketika ini masuk (turun), baru bisa mengeluarkan. Tidak bisa langsung, masuk langsung saya keluarkan,” tuturnya.

Wali Kota yang juga Ketua Dewan Pengurus APEKSI itu menegaskan, SILPA bukanlah uang “mengendap tanpa tujuan”. Semua dikelola sesuai mekanisme keuangan daerah. “Yang salah itu ketika uang itu mlebu (turun) dibiarkan mulai Januari. Nah, itu yang tidak boleh,” tegasnya.

Ia juga sepakat dengan pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang melarang pemerintah daerah menyimpan dana di bank pembangunan daerah lain.

“Seperti Pak Menteri bilang, kalau uang Surabaya ditaruh di Bank Jakarta, itu yang salah. Tapi bagaimana (daerah) itu bisa mempertanggungjawabkan setiap bulan, kebutuhannya berapa, memang harus kita SILPA-kan,” tandas Eri.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *