Ruang kerja Supriyadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat sudah disiapkan di Markas Tertinggi, namun realitanya Supriyadi tidak kunjung menampakkan diri bahkan menghilang secara misterius. Timbul spekulasi bahwa Supriyadi dieksekusi secara rahasia oleh Jepang.
Namun demikian, beberapa orang berpendapat bahwa Supriyadi pada saat itu masih hidup dan masih memimpin berbagai pertempuran di Jawa Barat hingga wilayah Jawa Timur (Anonim, 1968: 250). Oleh karena ketidakmunculan Supriyadi saat pengangkatannya sebagai Menteri Keamanan Rakyat, maka pada tanggal 20 Oktober Moehammad Soejodikoesoemo diangkat oleh pemerintah dalam pucuk pimpinan keamanan rakyat sebagai Menteri ad interim, sementara Supriyadi tetap menjadi Pemimpin Tertinggi bersama Mayor Urip Sumoharjo (Abdulgani, 1987: 257).
Supriyadi memang tidak lama dalam jabatan tersebut, karena pada 12 November 1945 terpilih Kolonel Soedirman sebagai panglima besar Tentara Keamanan Rakyat dan pangkatnya dinaikkan menjadi jenderal. Upacara pelantikan Jenderal Soedirman dilakukan pada 18 Desember 1945 oleh Presiden Republik Indonesia, Ir. Sukarno (Ayatrohaedi, dkk., 1994).
Beberapa dekade kemudian, tepatnya pada tahun 1975), perwira PETA yang belum ditemukan tersebut dinyatakan sebagai pahlawan nasional melalui keputusan resmi Presiden Suharto. Kisah kepahlawanan Supriyadi juga kembali digunakan untuk alasan politik. Pencanangan Supriyadi sebagai pahlawan dianggap sebagai bagian dari “strategi de-Sukarnoisasi” pada masa Orde Baru.
Namun terlepas dari tanggapan tersebut, Supriyadi layak untuk menyandang gelar Pahlawan Nasional. Sejak awal tahun 1990, Blitar telah memiliki Tugu Supriyadi yang sangat besar dan kemudian ditambahkan patung-patung pejuang lainnya pada tahun 2008. Monumen tersebut bagi warga Blitar menjadi refleksi perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia pada masa pendudukan Jepang (Stodulka, 2014: 187).
___SUMBER/FOTO: Repro Kompas/esi.kemdikbud.go.id





