samudrafakta.com

Kabar Gembira dari Para Sufi untuk Orang yang Belum Mampu Berkurban Hewan Ternak

Selama ini kurban hanya dimaknai sebagai penyembelihan hewan kurban. Jika memang demikian, maka yang beruntung hanya orang kaya yang mampu membeli hewan kurban. Sedangkan orang yang miskin yang tidak mampu tidak bisa melaksanakan kurban. Namun, tidak demikian makna kurban menurut para sufi. Apa itu?

Idul Adha biasa disebut dengan “Hari Raya Qurban” atau “Kurban”. Secara bahasa, “kurban” berasal dari kata “qoruba-yaqrubu-qurbanan“, yang artinya “mendekatkan diri”. Sedangkan menurut istilah agama, kurban adalah menyembelih hewan pada hari Nahr (Idul adha) dan tasyriq, dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Sebenarnya, menurut para sufi, yang bisa mendekatkan diri seorang Muslim kepada Allah Swt. bukan darah dan daging kurban, melainkan ketakwaan, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.” (QS. Al Hajj: 37).

Ibadah kurban memang dikerjakan dengan cara menyembelih binatang ternak atau binatang jinak, misalnya unta, sapi, kerbau, dan kambing. Bukan dengan pengorbanan harta benda yang lain. Ini adalah simbolisasi dan pesan moral secara khusus dari Allah, Dzat yang Maha Pencipta, kepada umat manusia, yang kebanyakan bermental rendah, yakni jiwa binatang atau bahimi.

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka Itulah orang-orang yang lalai.” [QS: Al A’raf: 179]

Baca Juga :   Kebutuhan Hewan Kurban di Jatim Diprediksi Naik 22 Persen

Yang dimaksud jiwa binatang ternak itu adalah orientasi hidup yang tujuannya hanya mengejar kenikmatan badani, seperti makan, minum, hura-hura, dan seks. Itulah tujuan kebanyakan manusia dalam kehidupan yang harus di sembelih dan dikorbankan.

Menurut Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulum al-Din (III/119), manusia mempunyai beberapa karakter, antara lain yaitu memiliki karakter al-bahimiyah, yaitu sifat hewani yang apabila telah menguasai dirinya ia akan rakus, tamak, suka mencuri, makan berlebihan, tidur berlebihan, bersetubuh berlebihan, dan suka berzina.

Jika sifat-sifat hewani dalam diri manusia yang disimbolkan dengan binatang ternak, tidak dihilangkan dan dibersihkan, tidak dijadikan kurban, maka jiwa hewani tersebut yang akan menghalangi seorang Muslim untuk taqorruban atau mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam ilmu tasawuf, kurban tidak hanya bermakna memotong seekor kambing yang terbaik, melainkan lebih dari itu, yakni mengurbankan berhala kecintaan kepada selain Allah Swt, khususnya kecintaan terhadap sesuatu yang membuat sesak ruang hati.

Artikel Terkait

Leave a Comment