Antisipasi ‘Teror’ Megathrust, BMKG Lakukan Investigasi, Dimulai dari Batam 

Ilustrasi tsunami, fenomena alam yang bisa timbul akibat gempa megathrust. FOTO: Canva
JAKARTA—Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mulai mempersiapkan ekspedisi investigasi fenomena kegempaan yang ada pada zona megathrust di Indonesia, untuk mengantisipasi potensi ‘teror’ gempa megathrust yang bisa menjadi pemicu tsunami dahsyat. Ekspedisi dilakukan dari pulau Sumatera hingga Sulawesi.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati di Jakarta mengatakan, investigasi fenomena kegempaan ke zona megathrust ini dilaksanakan untuk penelitian dan pendataan yang dilakukan oleh BMKG, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Masing-masing zona megathrust yang akan diteliti, mulai dari Subduksi Sunda, Subduksi Banda, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, Lempeng Laut Maluku, Subduksi Utara Papua, akan dijelajahi dalam misi ini.

“Segala sesuatunya sudah mulai kami persiapkan, Pusat Penelitian, Latihan dan Pengembangan untuk menyempurnakan model gempa bumi dan tsunami kita,” ujarnya, Ahad (19/5/2024).

Sementara itu, Kepala Meteorologi Publik BMKG Andri Ramadhani mengatakan, rangkaian ekspedisi dimulai di Batam, Kepulauan Riau, dengan melewati beberapa kota di Indonesia hingga berakhir di Bitung, Sulawesi Utara pada Ahad, 25 Agustus 2024.

Bacaan Lainnya

Menurut perencanaan BMKG, penelitian tersebut akan dilaksanakan serangkaian pelayaran panjang menggunakan kapal ekspedisi OceanXplorer milik OceanX.

Para periset Tanah Air, kata Andri, tak cuma meneliti fenomena kegempaan saja. Ekspedisi tersebut juga dilakukan untuk mengamati fenomena interaksi udara dan laut di perairan Indonesia.

Sasarannya adalah wilayah yang teridentifikasi sebagai lokasi terjadinya fenomena yang dapat memengaruhi variabelitas cuaca dan iklim Indonesia, seperti Madden-Julian Oscillation (MJO) dan ocean dipole di laut Banda, Selatan Jawa, Barat Sumatera.

BMKG menilai eksplorasi penelitian tersebut sudah sangat perlu dilakukan, karena perubahan sirkulasi udara dan lautan secara alami dan terkadang berkala, letusan gunung berapi, dan faktor lainnya mempengaruhi variabilitas iklim.

Apalagi, sebagaimana diungkapkan oleh Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan dalam rapat koordinasi beberapa hari lalu, baru 19 persen laut Indonesia yang dipetakan, sementara garis pantai Indonesia mencapai 108 ribu kilometer dan lebih dari 70 persen luas Indonesia adalah perairan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *