Mahfud MD Ingatkan Risiko Natuna Jadi Kompensasi Utang ke China, Luhut: “Barangnya Memang Sudah Busuk”

Mahfud MD dalam kanal YouTube pribadinya, menyoroti proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung Whoosh. - Tangkapan Layar Youtube Mahfud MD Official
Mahfud MD menyoroti potensi hilangnya wilayah Natuna Utara jika Indonesia gagal membayar utang proyek kereta cepat kepada China—sementara Luhut membantah keras tudingan itu.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) 2019–2024, Mahfud MD, memperingatkan bahaya hilangnya wilayah Natuna Utara, jika Indonesia gagal membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) Whoosh kepada China.

Mahfud menyatakan dukungannya terhadap keputusan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek tersebut.

“Dan tidak mau bayar [Menkeu] Purbaya. Menurut saya benar [sikap] Purbaya,” kata Mahfud dalam siniar di kanal YouTube pribadinya @Mahfud MD Official, Selasa (14/10).

Menurutnya, jika utang proyek Whoosh gagal dibayar, China bisa saja meminta kompensasi wilayah strategis sebagai ganti rugi.

Bacaan Lainnya

“Misalnya kita gagal bayar, itu berarti China harus ambil tuh [aset Whoosh], tapi kan tidak mungkin karena di tengah kota. Pasti dia minta kompensasi ke samping, misalnya Natuna Utara,” ujar Mahfud.

Mahfud menilai potensi itu besar mengingat Natuna Utara berdekatan dengan wilayah konflik Laut China Selatan, area yang juga diperebutkan sejumlah negara. Ia mencontohkan kasus Sri Lanka, yang kehilangan kendali atas pelabuhan strategisnya setelah gagal membayar utang proyek yang dibiayai China.

“Kalau merambah ke daerah kita yang tidak masuk konflik di Natuna Utara misalnya, lalu membangun pangkalan [militer] di sana, mau diapakan? Itu masalahnya,” tegasnya.

Dugaan Markup Biaya

Mahfud juga mengungkap bahwa awalnya proyek kereta cepat akan digarap bersama Jepangdengan bunga pinjaman hanya 0,1%. Namun, arah kerja sama berubah setelah Presiden Joko Widodo memilih tawaran dari China, yang mematok bunga hingga 3,4 persen.

Ia menuding ada lonjakan biaya pembangunan dari USD17 juta per kilometer di China menjadi USD52 juta per kilometer di Indonesia.

Mahfud bahkan menyinggung mantan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan yang sempat menolak proyek tersebut karena dinilai tidak masuk akal secara ekonomi, sebelum akhirnya dicopot dari jabatannya.

Luhut: Barangnya Sudah Busuk

Menanggapi pernyataan itu, Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang saat proyek berjalan menjabat Menko Kemaritiman dan Investasi, menegaskan situasi utang kereta cepat kini sudah dalam proses restrukturisasi.

“Saya sudah bicara dengan China karena saya yang dari awal mengerjakan itu, karena saya terima sudah busuk itu barang. Kita coba perbaiki, kita audit BPKP, kemudian kita berunding dengan China,” kata Luhut dalam acara 1 Tahun Pemerintahan Prabowo–Gibran di Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).

Menurut Luhut, proses restrukturisasi berjalan lambat akibat transisi pemerintahan, namun kini tinggal menunggu Keputusan Presiden (Keppres) untuk melanjutkan negosiasi.

“China sudah bersedia kok, nggak ada masalah,” ujarnya.

Ia membantah keras tudingan jebakan utang seperti yang dialami Sri Lanka.

“Kenapa terus bilang nanti Whoosh akan kita akhiri dengan South China Sea? Apa lagi ini? Kadang-kadang saya nggak ngerti, bicara. Jadi kalau saran saya, kalau kita nggak ngerti datanya, nggak usah komentar dulu,” sindir Luhut.

Meski begitu, Luhut mengakui kondisi keuangan proyek KCJB Whoosh sejak awal memang bermasalah. Namun ia menegaskan, penyelesaiannya kini berbasis data dan koordinasi antarlembaga.

“Proyek ini berbasis data. Jadi harapannya, nggak ada pihak yang asal bicara,” tutupnya.***

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *