Pagelaran Wayang Kulit
Puncak Ruwatan Negara digelar di Situs Persada Bung Karno, Pojok Wates, Senin pagi. Sehari sebelumnya, Ahad malam, Situs Ndalem Pojok juga menggelar pementasan Wayang Kulit semalam suntuk oleh Ki Dalang Pandyoharjo dari Ringinrejo, Kediri. Pertunjukan digelar setelah rombongan Wayang Gandrung berangkat dari Desa Pagung menuju Ndalem Pojok dengan jarak tempuh sekitar 45 kilometer.
Dalam lakon yang akan dibawakan, Ki Dalang Pandyoharjo menekankan makna perenungan atas perjalanan bangsa. “Pada 18 Agustus, para pendiri bangsa masih sibuk membahas berdirinya NKRI. Hajatnya meruwat berdirinya negara karena sejak proklamasi melenceng dari cita-cita pendiri bangsa. Setelah lengser Pak Karno, rusak tatanan. Maka atas inisiatif Semar—pengejawantahan wong cilik, kiai, sekaligus dewa—sistem yang korupsi dan pejabat yang serakah harus dibenahi,” tutur Ki Dalang Pandyoharjo.
Menurutnya, pagelaran wayang kali ini menjadi ruang doa bersama untuk perbaikan bangsa. Lakon dibuka dengan Jejer Nagara, menghadirkan tokoh Semar dan Bathara Wisnu yang melambangkan keseimbangan serta kekuasaan ilahi. Prosesi ruwatan ini bukan sekadar ritual budaya, tetapi juga simbol doa bersama agar bangsa Indonesia kembali ke cita-cita luhur para pendiri, sekaligus penghormatan kepada Sang Proklamator.
Puncak Ruwatan Negara, digelar pada Senin 18 Agustus 2025 pada pukul 07.00 sampai selesai di Situs Persada Sukarno, Ndalem Pojok Kediri. Panitia menghadirkan pitutur luhur dari Kiai Muhammad Muchtar Mujtaba Mu’thi; tokoh agama Ida Pandita Agung Nata Siliwangi; sejarawan Prof. Anhar Gonggong; penulis buku Prof. Edi Wahyono; Ketua Harian Persada Sukarno, RM Kushartono.