samudrafakta.com

Biar Ekonomi Tidak Tambah Ringkih, Tahun Depan Indonesia Harus Bayar Utang Rp800 Triliun

JAKARTA — Indonesia menghadapi tantangan besar dalam pengelolaan keuangan negara. Anggaran yang meningkat dan utang yang membengkak disertai penurunan pendapatan pajak mengkhawatirkan investor, menyebabkan penarikan investasi dari pasar Indonesia. Indonesia pun, jika tidak mau terpuruk, tahun depan harus membayar utang setidaknya Rp800 triliun.

Ekonom Faisal Basri, dalam wawancara di kanal YouTube @Rhenald Kasali, menyatakan jika utang pemerintah mencapai sepertiga dari total utang yang dibeli bank, namun pertumbuhan ekonomi tetap lesu.

Data terbaru menunjukkan penjualan bersih investor asing pada surat utang negara mencapai Rp30 triliun sejak awal tahun, dengan preferensi pada sekuritas jangka pendek, seperti SRBI, yang diperkenalkan September lalu.

Defisit transaksi berjalan harus ditutup dengan modal asing. Namun, tren modal keluar berlanjut, menyisakan investasi jangka pendek yang tidak stabil. Proyek besar dengan konten impor tinggi, termasuk permintaan tambahan dana Rp20 triliun untuk IKN Nusantara, memperburuk situasi anggaran.

Peningkatan anggaran militer menjadi 1,5 persen dari GDP oleh Prabowo Subianto menambah beban, dengan rasio debt-to-GDP mendekati 40 persen dan pembayaran bunga utang mencapai 20 persen dari total pengeluaran. Untuk itu, agar ekonomi Indonesia tidak kian mengkhawatirkan, tahun depan Indonesia harus membayar utang sebesar Rp800 triliun, tertinggi dalam sejarah.

Baca Juga :   Investor Asing Dirayu agar ‘Periuk Indonesia’ Terus Menyala di IKN?
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) dinilai membebani APBN. Foto:Tangkapan Layar

Morgan Stanley menurunkan peringkat pasar saham Indonesia menjadi “underweight”, sementara BlackRock juga menunjukkan ketidakpastian. Meskipun kepemilikan asing di pasar saham masih 44 persen. Tren investasi beralih ke jangka pendek.

Pendapatan pajak yang diharapkan tumbuh 7 persen justru turun lebih dari 8 persen di awal tahun, meski biasanya periode ini menunjukkan puncak penerimaan pajak. Rencana kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen tahun depan juga akan menambah beban masyarakat.

Maka dari itu, Faisal Basri menyarankan penundaan proyek besar dan fokus pada konsolidasi fiskal. Meningkatkan utang bukanlah solusi jika tidak digunakan untuk tujuan produktif. Pemerintah harus mencari cara meningkatkan pendapatan tanpa menambah beban utang yang besar.

Dengan utang yang meningkat, anggaran membengkak, dan pendapatan pajak menurun, Indonesia berada dalam posisi rentan. Konsolidasi fiskal dan fokus pada proyek produktif menjadi kunci untuk menghindari krisis ekonomi di masa depan.♦

Artikel Terkait

Leave a Comment